اَهْلاًوَسَهْلاً

Monday, 20 February 2017

Kisah Pilu Penyekapan Pencari Kerja

Jum'at pagi sebut saja Yuli pergi merantau ke Ibu kota, sudah lama dia tak bekerja rasanya ingin kembali mencicipi atmosfir Jakarta
yang sedang dilanda konflik pemilu. Hanya berbekal kenalan di Jakarta berangkatlah dia seorang diri untuk kembali
mengadu nasib, Yuli kenal dengan seorang laki-laki paruh baya dari sebuah akun media sosial, Yuli dijanjikan untuk bekerja di sebuah pabrik
kawasan Kosambi Kota Tangerang. Sore hari sesampainya di Jakarta langsung dijemput oleh si bapak tersebut.
Tanpa rasa curiga Yuli mau saja diajak ke sebuah rumah tempat si bapak tinggal, namun Yuli sempat bertanya "ma'af kemana saya
akan dibawa" tanya Yuli. Si bapak menjawab, "ke rumah anak saya di Cinere Depok" setibanya di rumah, betul itu adalah rumah anaknya, terbukti
dengan ada foto-foto anaknya yang terpasang di dinding. Malam mulai larut dia segera merebahkan tubuhnya di kamar yang di sediakan si bapak,
Namun apa yang terjadi si bapak justru mengunci rumahnya, dan berniat untuk menyekap Yuli untuk tidur bersama. Yuli mulai curiga lalu
dia minta pulang, "maksudnya apa pak ? saya ke sini berniat mencari kerja, kenapa jadi begini, kalo bapak berniat jahat, saya akan teriak sekarang juga"
Ucap Yuli dengan tegas ingin kabur dari rumah itu. Yuli pun langsung menghubungi May sahabatanya waktu sekolah SMA dulu.
May yang menunggu kedatangan Yuli dari siang tak kunjung tiba di Tangerang, mendengar kabar tersebut May pun langsung bergegas menyelamatkan
Yuli ke Jakarta di temani Yudhi menggunakan sepeda motor dengan kecepatan 100 KM / jam. Mereka tiba di Lebak Bulus
pukul 12 malam. Yuli yang berhasil kabur dengan menggunakan Ojek online akhirnya bertemu juga dengan sahabat lamanya May, dan pulang bersama ke Tangerang (moti)


*diambil dari kisah nyata, sambil menunggu koneksi internet aktif.

Wednesday, 20 May 2015

Hadits Tentang Thaharah

A.    Kewajiban Bersuci
Secara morfologi (bahasa): Thaharah berarti An-Nazhafah (pembersihan) atau An-Nazahah (pensucian). Secara Etimologi (istilah): membersihkan diri dari najis (kotoran) dan hadats. Atau mensucikan diri dari segala macam sifat,  perangai,  akhlak,  perilaku yang kotor,  tidak terpuji.
Kata thaharah berarti suci atau bersih menurut istilah syara’ mengandung banyak tafsir, diantaranya. Suatu perbuatan yang menjadikan seseorang boleh sholat, misalnya wudhu, mandi, tayamum, dan menghilangkan najis. Bisa juga berarti sisa air yang telah digunakan karena berfungsi sebagai pembersih.[1] Berikut penjelasan dalam hadis Shahih Muslim.
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا حَبَّانُ بْنُ هِلاَلٍ حَدَّثَنَا أَبَانٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى أَنَّ زَيْدًا حَدَّثَهُ أَنَّ أَبَا سَلاَّمٍ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِى مَالِكٍ الأَشْعَرِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيمَانِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلأُ الْمِيزَانَ. وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلآنِ  أَوْ تَمْلأُ  مَا بَيْنَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَالصَّلاَةُ نُورٌ وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا [2]
Dari Abu Malik Al-Harits bin Ashim Al-Asy’ari radhiyallaahu ‘anhu, Dia berkata: Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Bersuci adalah separuh dari keimanan, ucapan ‘Alhamdulillah’ akan memenuhi timbangan, ‘subhanAllah walhamdulillah’ akan memenuhi ruangan langit dan bumi, sholat adalah cahaya, dan sedekah itu merupakan bukti, kesabaran itu merupakan sinar, dan Al Quran itu merupakan hujjah yang akan membela atau menuntutmu. Setiap jiwa manusia melakukan amal untuk menjual dirinya, maka sebagian mereka ada yang membebaskannya (dari siksa Allah) dan sebagian lain ada yang menjerumuskannya (dalam siksa-Nya).” (HR Muslim).
1.      Analisis Hadis
Kedudukan Hadits
Hadits ini sangat agung karena kata-katanya sangat menyentuh jiwa. Jiwa yang sehat pasti akan tersentuh dengan hadits ini dan lahirlah ketaatan.
Bersuci Adalah Separuh Iman
Ulama berbeda pendapat tentang makna bersuci merupakan separuh iman. Dua pendapat yang paling masyhur adalah:
1.      Bersuci diartikan dengan bersuci dari najis maknawi, yaitu dosa-dosa, baik dosa batin maupun dosa lahir. Karena iman ada dua bentuk, yaitu meninggalkan dan melakukan, maka tatkala sudah meninggalkan dosa-dosa berarti sudah memenuhi separuh iman.
2.      Bersuci diartikan dengan bersuci dengan air. Bersuci dengan air ada dua macam, yaitu bersuci dari hadats kecil dan hadats besar. Bila bersuci diartikan dengan suci dari hadats kecil dan hadats besar maka yang dimaksud dengan iman adalah sholat. Jadi bersuci itu separuh dari sholat. Sholat dikatakan sebagai iman karena merupakan pokok amalan iman.
“Alhamdulillah” Memenuhi Timbangan
“Alhamdulillah” adalah pujian bagi Allah atas seluruh kesempurnaan-Nya. Allah terpuji dalam lima hal sebagai berikut :
1.      Terpuji karena kesempurnaan rububiyah-Nya.
2.      Terpuji karena kesempurnaan uluhiyah-Nya.
3.      Terpuji karena kesempurnaan asma dan sifat-Nya.
4.      Terpuji karena kesempurnaan takdir-Nya.
5.      Terpuji karena kesempurnaan syariat-Nya.
“Alhamdulillah” memenuhi timbangan dapat diartikan dengan dua penafsiran yaitu :
1.      Amalan yang lainnya diletakkan dalam timbangan terlebih dahulu kemudian “alhamdulillah”, maka penuhlah timbangan.
2.      ”Alhamdulillah” sebagai pasangan dari “subhanAllah”. Agama sempurna dengan dua hal, itsbat dan tanzih. “Alhamdulillah” merupakan itsbat dan “subhanAllah” merupakan tanzih. Maka jika “subhanAllah” diletakkan dalam timbangan kemudian baru “alhamdulillah” penuhlah timbangan.
Sholat Sebagai Nur, Shodaqoh Sebagai Burhan dan Sabar Sebagai Dhiya
Nur adalah cahaya yang tidak memancarkan sinar. Burhan adalah cahaya yang memancarkan sinar namun tidak menyengat. Dhiya’ adalah cahaya yang memancarkan sinar yang menyengat, dan membakar.[3]
Kandungan hadis
 Iman merupakan ucapan dan perbuatan, bertambah dengan amal saleh dan ketaatan dan berkurang dengan maksiat dan dosa. Amal perbuatan akan ditimbang pada hari kiamat dan dia memiliki beratnya. Bersuci merupakan syarat sahnya ibadah, karena itu harus diperhatikan. Menjaga shalat akan mendatangkan petunjuk dan memperbaiki kondisi seorang muslim terhadap manusia, membedakannya dengan akhlaknya dan perilakunya, kewara’annya dan ketakwaannya. Seruan untuk berinfaq pada jalan-jalan kebaikan dan bersegera melakukannya di mana hal tersebut merupakan pertanda benarnya keimanan. Maksudnya adalah timbangan kebaikan seorang hamba pada hari kiamat. Dikatakan cahaya karena shalat dapat menunjukkan seseorang kepada perbuatan yang baik. Bukti akan kebenaran keimanannya.  Menjual dirinya baik kepada Allah ta’ala dengan menta’ati-Nya atau kepada syetan dengan bermaksiat kepada-Nya.[4]
Terdapat pula pada hadis bukhari    
 حدثنا محمد بن المثنى قال: حدثنا محمد بن خازم قال: حدثنا الأعمش، عن مجاهد، عن طاوس، عن ابن عباس قال:
مر النبي صلى الله عليه وسلم بقبرين، فقال: إنهما ليعذبان، وما يعذبان في كبير، أما أحدهما فكان لا يستتر من البول، وأما الآخر فكان يمشي بالنميمة قال ابن المثنى: وحدثنا وكيع قال: حدثنا الأعمش قال: سمعت مجاهدا: مثله: يستتر من بوله
صحيح البخاري
[5]
Ketika Rasulullah saw. Melewati dua buah kubur beliau bersabda ingatlah sesungguhnya mayat ini sedang disiksa tetapi bukan karena melakukan dosa besar. Salah seorang di antara mereka disiksa karena waktu di dunia suka membuat fitnah, dan seorang lagi disiksa karena tidak membersihkan dirinya dari air kencingnya
Hadis di atas menerangkan tentang hukum air kencing, hukumnya adalah najis, sehingga setiap muslim hati-hati menjaganya. Lebih-lebih ketika kencing, jangan sampai ada percikan yang mengenai badan atau pakaian. Sebab kalau itu terjadi, maka akan menyebabkan pelakunya mendapatkan siksaan kubur, sebagaimana yang telah di kisahakan pada hadis di atas.[6]
Selain itu terdapat dalam Sunan tirmidzi
حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا أبو عوانة عن سماك بن حرب عن ابن عمر : عن النبي صلى الله عليه و سلم قال لا تقبل صلاة بغير طهور و لا صدقة
من غلول قال هناد في حديثه إلا بطهور قال أبو عيسى هذا الحديث أصح شيء في هذا الباب و أحسن و في الباب عن أبي المليح عن أبيه و أبي هريرة و أنس و أبو المليح بن أسامة أسمه عامر و يقال زيد بن أسامة بن عمير الهذلي
قال الشيخ الألباني : صحيح[7]
B.  Tata cara bersuci
Thoharoh Dzohiroh Hissiyah Yaitu membersihkan diri dari khobats (kotoran luar) dan hadats (dari dalam). Khobats adalah najis (kotoran) yang dapat dihilangkan dengan air seperti kotoran yang melekat dibaju orang sholat, dibadan dan ditempat sholatnya. Sedangkan hadats adalah thoharoh dari kotoran yang khusus dan tertentu cara menghilangkannya yaitu dengan wudhu, mandi atau tayamum.[8] Seperti dalam hadisnya Muatha Imam Malik
حدثني يحيى عن مالك عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال :إذا استيقظ أحدكم من نومه فليغسل يده قبل أن يدخلها في وضوئه فإن أحدكم لا يدري أين باتت يده[9]
Yahya meriwayatkan padaku dari Malik dari abi juned dari A’raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw, berkata: apabila salah seorang dia antara kamu bangun dari tidurnya janganlah dia mencelupkan tangannya ke dalam bejana sebelum membasuhnya terlebih dahulu. Sebab dia tidak tahu dimanakah tangannya diletakkan ketika tidur.
 Hadis di atas menerangkan tentang kemakruhan memasukkan tangan ke dalam bejana bagi orang yang akan mengambil air wudhu atau sehabis tidur sebelum dibasuh sebab dikhwatirkan tangan tersebut terkena najis, sehingga kemudian membuat air yang berada di dalam bejana menjadi najis. Karena itu sebelum berwudhu atau ketika bangun tidur disunatkan membasuh tangan tiga kali sebelum memasukkannya ke dalam bejana.[10] Selain itu terdapat pada shahih Bukhari
حدثنا عبد الله بن يوسف قال: أخبرنا مالك، عن ابن شهاب، عن عبيد الله بن عبد الله بن عتبة، عن أم قيس بنت محصن: أنها أتت بابن لها صغير، لم يأكل الطعام، إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم، فأجلسه رسول الله صلى الله عليه وسلم في حجره، فبال على ثوبه، فدعا بماء، فنضحه ولم يغسله
صحيح البخاري[11]
Diriwayatkan dari Ummu Qais binti mihsan Radiyallahu anha. bahwa dia pernah mengunjungi Rasulullah yang membawa anak laki-lakinya yang belum pernah menyantap makanan, kemudian meletakannya dipangkuan beliau lalu anak tersebut kencing. Dia berkata “Rasulullah hanya memercikan sedikit air saja di atasnya.
Hadis di atas menerangkan tentang keharusan membasuh air kencing dan najis selain yang terdapat di dalam masjid, apabila air kencing terdapat di atas tanah, sedangkan tanah itu biasa digunakan untuk melakukan shalat, maka cara mencucinya cukup dengan menyiramkan air di atasnya, sebab pada hakikatnya semua tanah suci. Hadis tersebut juga menerangkan hukum air kencing bayi laki-laki yang belum makan sesuatu kecuali air susu ibu. Hukumnya adalah najis mukhafafah, cara membasuhkannya cukup dengan memercikan atau menyiramkan air ke tempat yang terkena najis.[12]
C.    Macam-macam najis dan cara mensucikannya
1.      Benda-benda yang termasuk najis
Suatu barang menurut hukum aslinya adalah suci selama tak ada dalil yang menunjukakan bahwa benda itu najis benda najis itu banyak di antaranya:
a.       Bangkai binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia
Adapun binatang binatang laut seperti ikan dan bangkai binatang darat yang tidak berdarah ketika masih hidupnya seperti belalang serta mayat manusia, smuanya suci. Adapun bangkai ikan dan binatang darat yang tidak berdarah, begitu juga mayat manusia, tidak termasuk dalam arti bangkai yang umum dalam ayat tersebut karena ada keterangan lain. Bagian bangkai seperti daging, kulit, tulang, urat, bulu, dan lemaknya, semuanya itu najis menurut imam Syafi’i. menurut mazhab hanafi yang najis hanya bagian-bagian yang mengandung roh (Bagian-bagian yang bernyawa) saja, seperti daging dan kulit. Bagian-bagian yang tidak bernyawa  seperti kuku, tulang, tanduk, dan bulu, semuanya itu suci. Bagian-bagian yang tidak bernyawa dari anjing dan babi tidak termasuk najis
b.      Darah
Segala macam darah itu najis, selain hati dan limpa. Dikeculikan juga darah yang tertinggal di dalam daging binatang yang sudah disembelih, bagitu juga darah ikan. Kedua macam darah ini suci atau dimaafkan artinya diperbolehkan atau dihalakan. cara membersihkan darah yang mengenai pakaian mula pertama darah itu dihilangkan, lalu dibasuh dengan air pada bagian yang terkena darah tersebut. Tidak perlu kain atau pakaian yag terkena darah dibasuh seluruhnya. Bila yang demikian telah dilakukan, maka berarti sudah suci, bisa dipakai untuk melaksanakan shalat.[13]
c.       bejana yang dijilat anjing
Najis mugallazah (tebal), yaitu hadis najis . benda yang terkena najis ini hendaklah dibasuh tujuh kali satu kali diantaranya dibasuh dengan air yang dicampur dengan debu.[14]
وحدثنا زهير بن حرب حدثنا إسماعيل بن إبراهيم عن هشام بن حسان عن محمد بن سيرين عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم طهور إناء أحدكم إذا ولغ فيه الكلب أن يغسله سبع مرات أولاهن بالتراب
صحيح الإمام مسلم[15]
Diriwayatkan dari abi hurairoh rodiyallahu anhu dia telah berkata rosulullah saw telah bersabda’’ apabilah anjing menjilat air yang berada dalam bejana salahseorang diantara kamu, hendaklah air tersebut di tuangkan(di tuangkan), kemudian basuhlah bejana itu sebanyak tujuh kali.’’
Hadis di atas menerangkan tentang keharusan membasuh bejana tujuh kali, yang salah satu di antaranya ada yang di campur dengan debuh, apabilah bejana tersebut di jilat anjing. Demikian pulah air yang berada dalam bejana yang di jilat anjing harus di buang. Baru kemudian di basuh tujuh kali. Demikianlah cara menghilangkan najis mugholadzoh, baik yang berada pada bejana maupun yang lain.[16]
d.      Hukum mani (sperma)
وحدثنا يحيى بن يحيى أخبرنا خالد بن عبد الله عن خالد عن أبي معشر عن إبراهيم عن علقمة والأسود أن رجلا نزل بعائشة فأصبح يغسل ثوبه فقالت عائشة إنما كان يجزئك إن رأيته أن تغسل مكانه فإن لم تر نضحت حوله ولقد رأيتني أفركه من ثوب رسول الله صلى الله عليه وسلم فركا فيصلي فيه
صحيح الإمام مسلم[17]

Dari Alqamah bahwa seseorang datang kepada Aisyah, kemudian Aisyah berkata: Seandainya engkau melihat mani, maka engkau cukup mencuci tempatnya saja, kalau engkau tidak melihatnya, engkau siram air di sekitarnya. Aku pernah mengerik mani pada pakaian Rasulullah saw. dengan sekali kerik, kemudian beliau memakainya untuk salat.
Hadis di atas menerangkan tentang cara membersihkan sperma. Bila sperma kering, kemudian menempel pada pakaian maka cara membersihkannya cukup dikerik. Sebab pada hakikatnya sperma manusia adalah suci.
Segala cairan yang keluar dari jalan (qubul dan dubur) hukumnya najis, sesuatu yang telah terbiasa keluar dari keduanya, misalnya air kencing, air besar atau kotoran, maupun yang jarang keluarnya misalnya darah. Adapun cara membasuh atau mencucinya, untuk najis ainiyah terlihat nyata, pertama menghilangkan bentuknya, sifat-sifatnya, seperti rasa, warna dan baunya. Maka jika masih terdapat dianatar sekian sifat, misalnya masih terasa najis, najis tersebut, berarti belum di nilai suci, keculi warna dan baunya sulit di hilangkan, maka tidaklah mengapa atau dinilai suci. Apabilah najis tidak terlihat dengan mata, di sebut najis hukmiyah, maka cara mensucikannya dengan cukup memercikan air, pada apa saja yang terkena najis tersebut, walaupun satu percikan.[18]
Itulah beberapa macam najis & cara pembersihannya, yang telah disebutkan dlm dalil. Adapun sebagian ulama menyebutkan hal-hal najis lainnya dlm kitab-kitab fiqih selain dari yang telah disebutkan, seperti muntah, nanah, khamr, & yang lainnya. Akan tetapi tidak ada dalil yang shahih yang menunjukkan bahwa semua itu najis. Sedangkan hukum asal dari sesuatu adalah suci selama tak ada dalil shahih yang menetapkan kenajisannya. Sehingga, kita menetapkan bahwa semuanya adalah suci.[19]
                                                                                                                                           
BAB III
KESIMPULAN
Secara morfologi (bahasa): Thaharah berarti An-Nazhafah (pembersihan) atau An-Nazahah (pensucian). Secara Etimologi (istilah): membersihkan diri dari najis (kotoran) dan hadats. Atau mensucikan diri dari segala macam sifat,  perangai,  akhlak,  perilaku yang kotor,  tidak terpuji.
Kata thaharah berarti suci atau bersih menurut istilah syara’ mengandung banyak tafsir, diantaranya. Suatu perbuatan yang menjadikan seseorang boleh sholat, misalnya wudhu, mandi, tayamum, dan menghilangkan najis. Bisa juga berarti sisa air yang telah digunakan karena berfungsi sebagai pembersih. Berikut penjelasan dalam hadis Shahih Muslim.
Thoharoh Dzohiroh Hissiyah Yaitu membersihkan diri dari khobats (kotoran luar) dan hadats (dari dalam). Khobats adalah najis (kotoran) yang dapat dihilangkan dengan air seperti kotoran yang melekat dibaju orang sholat, dibadan dan ditempat sholatnya. Sedangkan hadats adalah thoharoh dari kotoran yang khusus dan tertentu cara menghilangkannya yaitu dengan wudhu, mandi atau tayamum.
Segala cairan yang keluar dari jalan (qubul dan dubur) hukumnya najis, sesuatu yang telah terbiasa keluar dari keduanya, misalnya air kencing, air besar atau kotoran, maupun yang jarang keluarnya misalnya darah.
Kecuali air mani manusia, atau air mani hewan yang suci, bukan hewan seperti anjing, babi, dan keturunan masing-masing, serta bukan keturunan salah seekor dari keduanya, yang kawin dengan hewan suci, misalnya anjing dan kambing.
Adapun cara membasuh atau mencucinya, untuk najis ainiyah terlihat nyata, pertama menghilangkan bentuknya, sifat-sifatnya, seperti rasa, warna dan baunya. Maka jika masih terdapat dianatar sekian sifat, misalnya masih terasa najis, najis tersebut, berarti belum di nilai suci, keculi warna dan baunya sulit di hilangkan, maka tidaklah mengapa atau dinilai suci.
Apabilah najis tidak terlihat dengan mata, di sebut najis hukmiyah, maka cara mensucikannya dengan cukup memercikan air, pada apa saja yang terkena najis tersebut, walaupun satu percikan.
Wada yang di jilat anjing atau babi, cara menyucikannya, di basuh dengan air sampai tujuh kali, salah satunya di campuri dengan debu yang suci dengan merata, hingga bagian yang terkena najis tersebut.
Itulah beberapa macam najis & cara pembersihannya, yang telah disebutkan dlm dalil. Adapun sebagian ulama menyebutkan hal-hal najis lainnya dlm kitab-kitab fiqih selain dari yang telah disebutkan, seperti muntah, nanah, khamr, & yang lainnya. Akan tetapi tidak ada dalil yang shahih yang menunjukkan bahwa semua itu najis. Sedangkan hukum asal dari sesuatu adalah suci selama tak ada dalil shahih yang menetapkan kenajisannya. Sehingga, kita menetapkan bahwa semuanya adalah suci.
Jika seorang muslim ragu mengenai kenajisan air, pakaian, tempat shalat, benda, atau yang lainnya, semuanya itu tetap dinilai suci. Demikian pula apabila kita meyakini kesucian sesuatu hal, kemudian kita merasa ragu apakah hal tersebut najis atau tidak, maka hukum yang berlaku adalah kesucian yang kita yakini. Demikian pula apabila kita meyakini kenajisan sesuatu hal, kemudian kita lupa utk menyucikannya, apakah sudah disucikan atau belum, maka hukum yang berlaku adalah apa yang diyakini. Demikian itulah kaidah yang agung, yakni tetap berpedoman pada keadaan yang diketahui dan mengesampingkan keraguan.


DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hadi Sanadin Abi hasan Nuruddin  Muhammad. Tanpa tahun Shahih Bukhari. Beirut Libanon. Darul Kutub Al-Ilmiah.
Abu Abdillah, Syekh Syamsuddin. 2010. Terjemah Fathul Qarib. Surabaya: Mutiara Ilmu.
Alaisi, Yahya bin Yahya. tanpa tahun Muatha Imam Malik. Beirut: Darul Kutub Al-Alamiah.
Mahalli, Ahmad Mudjab 2003. Hadis-Hadis Mutafaun Alaih. Jakarta Timur: Prenada Media.
Mudjab Mahalli, Ahmad. 2003Hadis-Hadis Muttafaq Alaih. Jakarta Timur: Prenada Media.
Muhammad Abdul Hadi Sanadin, Abi hasan Nuruddin. tanpa tahun.  Shahih Bukhari. Beirut Libanon. Darul Kutub Al-Ilmiah.
Muhammad bin Isa bin Sauroh, Liabi Isa. tanpa tahun, Jamiu Shahih Wahuwa Sunan Tirmidzi, (Beirut: Darul Kutub Al-Alamiah,.
Nawawi 2001. Jamiu’ Shahih. Kohiroh: Darul Hadis.
Rasyid, Sulaiman 1994Fiqih Islami. Bandung: Sinar Baru Algen Sindo.
yahya bin syaraf, nawawi muhyiddin. 2001. Hadis Arba’in Nawawiyah Indonesia. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah.
 Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh - http://muslim.or.id
http://salafy.web.id/macam-macam-najis-dan-cara-membersihkannya-4-babi-bangkai-dan-suru-alaihi-wa-sallam-154.htm 10 00

BACA JUGA : DUTA RAK MINIMARKET
Jual Rak Minimarket dan Rak Gudang

Tuesday, 19 May 2015

Persembahan Skripsi



Bismillahirrohmanirrohiim
Ku persembahkan karya sederhana ini teruntuk:
Mimi dan Bapak yang tak hentinya memanjatkan do’a hingga penulis bisa berkelana menuntut ilmu sejauh ini.
Segenap dosen Fakultas Ushuluddin terkhusus Jurusan Tafsir Hadits yang selalu mengkontribusikan pemikiran keilmuan, beserta stafnya yang telah membantu untuk menyuguhkan karya monumental ini.
Temen-temen kelas Tafsir Hadits yang telah mewarnai hari-hariku, berdiskusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan agama. Tak lupa anggota HTQ dan HIMATH.
Kawan-kawan FatsOenist, yang mengajariku bisa menggoreskan pena dalam dunia jurnalistik, terlebih menjadi Layouter dan GraPhic Designer mulai dari nol terus berproses hingga merasakan manfaatnya luar biasa.
Temen-temen KKN Kel. 73 banyak kenangan bersama kalian, Bidik Misi, member MSS, temen intensif baik Bahasa Arab maupun Inggris yang dapat menambah relasi pertemanan.
Guru-guruku, Pak Kusmad, Pak Dodo Darum, Ust Emed Karmedi, Ust Rosidin dan Mama Hasan.
Abi Maman Rusman dan Umi Dwi pengasuh pondok Alma Asy-Syauqy Cirebon, serta para santrinya menyimpan sejuta kenangan bareng (De Nae) Nur Inayah, Teh Nia, The Titin, Teh Dila, Teh Fitri, Teh Tias, Teh Aah, Kang Danu (Kaka Lung), Kang Agun, Kang Syamsul, Zulva, Aen, Feby, dan Furqon, serta Santri angkatan 2011.
Domb-A team sekre, Wandy, Ipank, Adit (Ibil), Syahrul, Asep, Komeng (Cun Meng Meng), Ucup, dan Lely (Cun Ming Ming) yang pada kocak abizzz.
Segenap keluarga besar, Lindriani Liez, Mang Anen, mi entin, mang Yoyo, mih Acih, mak Inta, bi Janti, mang Ewo, ibu Rasmah, mang Sidi, mang Satim, bi Iin, ceu Adah, wa Ini, ceu Nunung.
Temen sejawat, Doink FC, Vibra Smangi, Rohis, dan English Movement Club
all is well


MOTTO


(- > +)
“Jadikanlah Kekuranganmu
 Sebagai Kelebihanmu”





BACA JUGA : DUTA RAK MINIMARKET
Jual Rak Minimarket dan Rak Gudang