اَهْلاًوَسَهْلاً

Sunday, 5 January 2014

Tasybih dalam Balaghah



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pembagian tasybih
Tasybih terbagi ke dalam lima jenis. Sebelum membahas pembagian tasybih perlu mengenal pengertian dan unsur-unsur yang terdapat daripada tasybih. Tasybih sama dengan ’perumpamaan’ atau ‘simile’, yakni perbandingan yang dinyatakan secara eksplisit dengan menggunakan kata-kata yang menunujukkan kesamaan.[1] Adapun menurut ahli bayan, tasybih ialah lafaz yang menunjukkan kepada berserikatnya dua perkara (musyabah dan musyabah bih) pada suatu makna (wajah syabah) dengan alat yang datang kepadamu.[2]
Disamping itu rukun-rukun tasybih yaitu:
1.      Musyabah adalah sesuatu yang hendak diserupakan.
2.      Musyabah bih adalah sesuatu yang diserupai.
3.      Wajah syabah adalah sifat yang terdapat pada kedua pihak itu.
4.      Adatu tasybih adalah huruf atau kata yang penyerupaan.[3]
Macam-macam tasybih
1.   Tasybih mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybih-nya
2.   Tasybih mufashal adalah tasbih yang disebut wajah syabah-nya
اناكا لماءإن رضيتم صفاء # وإذاما سجطت كنت لهيبا
Bila aku rela, maka aku setenang air yang jernih; dan bila aku marah, maka aku sepanas api menyala.
سرنافي ليل بهيم كأنهالبحر ظلا ما وإرهابا
Aku berjalan pada suatu malam yang gelap dan menakutkan, bagaikan berjalan ditengah laut.
Dalam bait pertama, penyair menyerupakan dirinya dengan air jernih yang tenang di kala ia sedang rela dan api yang bergejolak ketika marah, yakni sebagai suatu yang disukai namun berpengaruh. dalam contoh syair yang kedua malam yang gelap dan menakutkan diserupakan dengan laut. Bila kita perhatikan kedua tasybih di atas, pada keduanya adat tasybih disebutkan, dinamakan tasybih mursal. Dan bila kita perhatikan lagi pada keduanya, wajah syabahnya dijelaskan dan dirinci. Sebagai tasybih yang demikian disebut tasybih mufashal.[4]
3.      Tasybih mu’akkad adalah tasybih yang dibuang adat tasybih-nya
الجواد في السرعة برق خا طف
Kecepatan kuda balap itu bagaikan kilat yang menyambar
انت نجم في رفعة وضياء # تجتليك العيون شرق وغربا
Kedudukanmu yang tinggi dan kemasyhuranmu yang bagaikan bintang yang tinggi lagi bercahaya. Semua mata, baik belahan timur maupun barat, menatap ke arahmu.
Pada contoh pertama, kuda balap diserupakan dengan kilat yang menyambar dalam kecepatannya. Pada contoh yang ke dua, seseorang yang dipuja diserupakan dengan bintang dalam hal tingginya kedudukan dan luasnya ketenaran. Dalam kedua contoh di atas tidak disebut adat tasybihnya. Hal ini dimaksud untuk menguatkan anggapan bahwa tidak musyabah adalah pihak musyabah bih itu sendiri. Tasybih seperti ini disebut dengan tasybih mu’akkad.[5]
4.      Tasybih mujmal adalah tasybih yang dibuang wajah syabah-nya
Ibnul Mu’tazz berkata:
و كأنك الشمس المنيرة دينار جلته حدائد الضراب
matahari yang bersinar itu sungguh bagaikan dinar (uang logam)yang tampak kuning cemerlang berkat tempaan besi cetakannya.
      Ibnul Mu’taz menyerupakan matahari ketika terbit dengan dinar yang baru saja selesai dicetak. Ia tidak menyebutkan wajah syabahnya, yakni karena kekuning-kuningnya yang mengkilat. Macam tasybih ini, yang tidak disebut wajah syabahnya disebut sebagai tasybih mujmal.[6]
5.      Tasybih baligh adalah tasybih yang dibuang adat tasybih dan wajah syabah-nya.
Al-mutanabi menyatakan tentang Saifud Daulah yang hendak menempuh suatu perjalanan:
اين اجمعت ايهد االهمام ؟ # نحن نبت الربا وانت الغما م
 kemanakah tuan hendak menuju wahai raja yang pemurah ? kami adalah tumbuh-tumbuhan dan Tuan adalah mendung.
Al-Muraqisy menyatakan:
النشر مسك والوجوه دنا # نير واطراف الأكف عنم
baunya yang semerbak itu bak minyak kesturi, wajah-wajah yang berkilauan bak dinar (uang logam), dan ujung-ujung telapak tangan merah bak pacar.
Pada bait pertama, al-Mutanabi bertanya kepada orang yang dipujanya untuk mengungkapkan wibawanya. Ia menyatakan:
Kemana tun hendak menuju ? mengapa tuan meninggalkan kami? Kami tidak dapat hidup tanpa Tuankarena Tuan bagaikan mendung yang menhidupkan bumi yang mati, sedangkan kami bagaikan tumbuh-tumbuhan yang tidak dapat hidup tanpa siraman hujan.
Pada bait kedua, al-Muraqisy merupakan bau semerbaknya seseorang dengan minyak kesturi, menyerupakan wajah-wajah mereka dengan muka uang dinar, dan menyerupakan ruas ujung jari dengan pacar yang biasa dipakai untuk mewarnai kuku.
Bila kita perhatikan kedua cntoh tasybih terakhir ini, maka keduanya termasuk jenis tasybih mu’akkad. Akan tetapi, dibuang adat tasybih dan wajah syabah-nya. Hal ini disebabkan penyair bermaksud untuk berlebihan dalam menganggap bahwa musyabah adalah musyabah bih itu sendiri. Oleh karena itu, ia tidak mempergunakan adat tasybih yang memberi kesan bahwa musyabah lebih lemah daripada musyabah bih dalam wajah syabah, disamping tidak menggunakan wajah syabah yang memaksakan kdua pihak dalam suatu sifat atau lebih dan tidak pada sifat yang lain. Tasybih seperti ini disebut sebagai tasybih baligh, yang merupakan salah satu sarana pengungkapan balaghah dan arena kompetisi yang leluasa bagi para penyair dan penulis.[7]
B.     Maksud dan tujuan tasybih
1.      Menjelaskan kemungkinan yang terjadi suatu hal pada musyabah, yakni ketika suatu sangat aneh disandarkan kepada musyabah, dan keanehan tidak lenyap sebelum dijelaskan keanehan serupa dalam kasus lain.
Contoh: Al-Buhturi berkata:
دَانٍ إِلَى اَيْدِالْعُفاة وشاسِعٌ # عن كل نِدٍ فى الندى وضربيب
 كا لبدافرط فى العلو وضوؤه # للعصبة السرين جد قريب
Ia dekat dengan orang-orang yang membutuhkannya, namun ia jauh dengan orang-orang yang setaraf dengannya dalam kebajikan dan kemuliaannya. Bagaikan bulan yang sangat tinggi namun cahayanya sangat dekat bagi orang-orang yang menempuh perjalanan di malam hari.
Dalam bait Al-Buhturi menyifati orang yang dipujinya, bahwa ia sangat dekat dengan orang-orang yang dibutuhkannya, namun ia sangat tinggi kedudukannya, jauh dengan orang-orang yang setaraf dengannya. Akan tetapi, ketika Al-Buhturi merasa bahwa harus menyifati orang yang dipujinya itu dengan dua sifat yang berlawanan, yakni dekat dan jauh, maka ia hendak menunjukan bahwa hal itu dapat terjadi dan tiada kesulitan dalam masalah itu. Untuk itu, ia menyerupakan orang yang dipujinya itu dengan bulan yang letaknya jauh di langit, tatapi cahayanya sangat dekat kepada orang-orang yang menempuh perjalanan di waktu malam. Hal ini adalah salah satu tujuan tasybih, yakni menunjukkan kemungkinan suatu hal dapat terjadi pada musyabah.[8]
2.      Menjelaskan keadaan musyabah, yakni jika musyabah tidak dikenal sifatnya sebelum dijelaskan sebelum tasybih yang menjelaskannya. Dengan demikian, tasybih itu memberikan pengertian yang sama dengan kata sifat. Contohnya:
An-Nabighah Adz-Dzubyani berkata:
كأنك شمس والملوك كواكب # اذا طلعت لم يبد منهن كوكب
Seakan-akan engkau adalah matahari, sedangkan raja-raja lain adalah bintang-bintangnya. Bila matahari telah terbit, maka tiada satu bintang pun  tampak
An-Nabighah berkata merupakan orang yang dipujinya dengan matahari dan menyerupakan Raja-raja lainnya dengan bintang-bintang karena pengaruh raja yang dipujinya itu mengalahkan semua raja lainnya, seperti matahari menyembunyikan bintang-bintang. Jadi, ia ingin menjelaskan kondisi raja yang dipuji dan raja-raja lainnya. Dengan demikian, penjelasan suatu keadaan juga merupakan salah satu maksud dan tujuan tasybih.[9]
3.         Menjelaskan kadar keadaan musyabah, yakni bila musyabah sudah diketahui keadaan secara global, lalu tasybih didatangkan untuk menjelaskan rincian keadan itu. Contohnya:
Al-Mutanabbi berkata dalam menyifati seekor singa:
ما قوبلت عيناه إلا ظنتا # تحت الدجى نارالفريق حلولا
Kedua mata singa itu bila dalam kegelapan tidak dapat ditangkap mata kita kecuali disangka sebagai api sekelompok orang yang mendiami daerah itu.
         Syair al-Mutanabi menjelaskan sifat mata singa dalam kegelapan, ia tampak merah menyala sehingga orang yang melihatnya dari kejauhan akan menyangkanya sebagai api yang dinyalakan oleh sekelompok orang yang tengah bermukim. Seandainya Al-Mutanabbi tidak membuat tasybih, maka ia cukup berkata, “Sesungguhnya kedua mata singa itu merah.”  Namun, karena ia merasa perlu untuk menghadirkan isi hatinya itu dalam bentuk tasybih, maka ia menjelaskan kadar kebesaran warna merah mata singa tersebut. Jadi menjelaskan gambar sesuatu adalah salah satu maksud dan tujuan tasybih.[10]
4.      Menegaskan kedaan musyabah, yakni bila sesuatu yang disandarkan kepada musyabah itu membutuhkan penegasan dan penjelasan dengan contoh. 
Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatu pun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya. (Q.S. Ar-Ra’d: 14)
Adapun firman Allah adalah menjelaskan keadaan orang yang menyembah berhala yang menyembah tuhan-tuhan mereka yang tidak dapat memenuhi permintaan mereka, dan do’a mereka itu tidak membawa faedah bagi diri mereka. Allah ingin menjelaskan hal itu. Agar dapat diresapi oleh setiap orang , maka Di menyerupakan mereka dengan orang yang membuka. Kedua telapak tangannya ke dalam untuk diminum, maka dengan cara demikian air tidak sampai ke mulut, melainkan akan jatuh kembali melalui sela-sela jari tangannya selam telaak dan jarinya terbuka. Jadi, maksud dan tujuan tasybih dalam ayat di atas untuk menegaskan keadan musyabah. Maksud dan tujuan demikian  ditempuh manakala musyabah merupakan hal yang bersifat abstrak, mengingat yang abstrak sulit dipahami, tidak sebagaimana hal yang kongkret. Maka untuk memudahkan pengertian, diserupakanlah dengan hal yang kongkret.[11]
5.      Memperindah atau memperburuk musyabah.
Abul Hasan Al-Anbari, berkata dalam menyifati orang yang disalib
مددت يديك نحو هم احتفاء # كمد هما إليهم با لهبات
Uluran tanganmu kepada mereka dengan penuh penuh penghormatan adalah seperti uluran tangan kepada mereka dengan beberapa pemberian.
Syair Abul Hasan Al-Anbari meerupakan kasidah yang sangat mashur di dunia sastra Arab. Hal itu tiada lain karena menyatakan kebagusansesuat yang disepakati oleh seluruh manusia sebagai sesuatu yang jelek dan mengerikan, yakni penyaliban. Ia menyerupakan uluran tangan orang yang disalib ke tiang salib dan dikelilingi oleh sekelompok manusia dengan uluran tangannya untuk memberikan sesuatu kepada para peminta-minta ketika hidup. Maksud dan tujuan dalam syair ini adalah untuk memperindah sesuatu. Tujuan tasybih yang demikian sering ditampakkan dalam bentuk pujian, ratapan, keagungan, dan untuk mengundang rasa belas kasihan.
Seorang Arab Badui berkata dalam mencela istrinya
وتفتح لاكا نت فما لو ريته # توهمته بابا من النار يفتح
Ia membuka mulutnya, sebaiknya ia tidak pernah lahir. Bila engkau melihat mulutnya itu maka engkau akan menduganya sebagai satu pintu neraka yang terbuka
Pada bait terakhir, penyair menyifati istrinya yang sedang marah dan menyakitkan, sehingga ia menyesalkan keberadaannya. Dan untuk ia berkata laa kaanat (sebaiknya ia tidak perah lahir). Ia menyerupakan mulut istrinya itu ketika terbuka menghamburkan kemarahannya dengan salah satu pintu neraka. Maksuda dan tujuan tasybih dalam syair ini adalah menjelekkan sesuatu . kebanyakan maksud dan tujuan demikian dipakai untuk mengejek dan menggambarkan hal yang tidak disukai.[12]





















BAB III
Kesimpulan

Tasybih sama dengan ’perumpamaan’ atau ‘simile’, yakni perbandingan yang dinyatakan secra eksplisit dengan menggunakan kata-kata yang menunujukkan kesamaan. Adapun menurut ahli bayan, tasybih ialah lafaz yang menunjukkan kepada berserikatnya dua perkara (musyabah dan musyabah bih) pada suatu makna (wajah syabah) dengan alat yang dating kepadamu.
Disamping itu rukun-rukun tasybih yaitu:
1.      Musyabah adalah sesuatu yang hendak diserupakan.
2.      Musyabah bih adalah sesuatu yang diserupai.
3.      Wajah syabah adalah sifat yang terdapat pada kedua pihak itu.
4.      Adatu tasybih adalah huruf atau kata yang penyerupaan.
Macam-macam tasybih
1.      Tasybih mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybih-nya
2.      Tasybih mufashal adalah tasbih yang disebut wajah syabah-nya
3.      Tasybih mu’akkad adalah tasybih yang dibuang adat tasybih-nya
4.      Tasybih baligh adalah tasybih yang dibuang adat tasybih dan wajah syabah-nya.
5.      Tasybih mujmal adalah tasybih yang dibuang wajah syabah-nya
Maksud dan tujuan
1.      Menjelaskan kemungkinan yang terjadi suatu hal pada musyabah
2.      Menjelaskan keadaan musyabah
3.      Menjelaskan kadar keadaan musyabah
4.      Menegaskan kedaan musyabah
5.      Memperindah dan memperburuk musyabah.
\



BACA JUGA : MOTi EXPONENT
Jasa Rental Perlengkapan Event Seminar, Workshop, Launching, Wisuda, Partisi Pameran

Daftar Pustaka
D. Hidayat. Tanpa Tahun Balaghah Untuk Semua. Semarang: Karya Toha Putra.
Abdurrahman Al-Adhori. 2009. Terjemah Jauharul Maknun. Surabaya: Mutiara Ilmu.
Ali Al Jarim dan Mustafa Amin. 2009 Terjemah Al-Balaghaatul Waadhihah. Bandung: Sinar Baru Algensido.


[1]D. Hidayat, Balaghah Untuk Semua, (Semarang: Karya Toha Putra, tt), hal. 113.
[2] Abdurrahman Al-Adhori, Terjemah Jauharul Maknun, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 2009), cetakan pertama, hal. 86.
[3] Ali Al Jarim dan Mustafa Amin, Terjemah Al-Balaghaatul Waadhihah, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2011), cet ke 9, hal. 20.
[4] Ibid., hal. 27
[5] Ibid., hal. 28
[6] Ibid., hal. 27
[7] Ibid., hal. 28
[8] Ali Al Jarim dan Mustafa Amin, Terjemah Al-Balaghaatul Waadhihah, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2011), cet ke 9, hal. 70.
[9] Ibid., hal. 70.
[10] Ibid., hal. 70.
[11] Ibid., hal. 71.
[12] Ibid., hal. 71.

0 comments: