اَهْلاًوَسَهْلاً

Saturday, 29 March 2014

PARA PENULIS KITAB HADIS DI INDONESIA



PARA PENULIS KITAB HADIS DI INDONESIA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah: Studi Hadis Indonesia
Dosen Pengampu: Hj. Liya Aliyah, M.Ag




Disusun oleh:
Mulya (14113450009)
Nur Inayah (14113440042)


PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS ADADIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
2014


Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur sudah selayaknya kami panjatkan khadirat Allah SWT. Atas berkat dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan sebuah makalah yang diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Studi Hadis Indonesia yang bertema “Para Tokoh Penulis Kitab Hadis di Indonesia”

Sholawat beserta salam semoga selamanya tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kepada keluarganya, sahabatnya, tabiin tabi’atnya dan semoga sampai kepada kita selaku umatnya yang senantiasa selalu taat dan patuh pada ajarannya, dan berkat beliau pula mampu mengubah dari zaman jahiliyah menjadi zaman ilmiah yang penuh dengan inovasi ilmu-ilmu baru.

Akhirnya, sesuai kata pepatah “Tiada gading yang tak retak” dan kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan, oleh sebab itu kami akan sangat berterima kasih sekiranya mendapatkan kritik dan masukan yang positif untuk kesempurnaan makalah ini, terutama kami sangat berharap sumbang saran dari ibu Hj. Liya Aliyah, M.Ag dosen pengampu mata kuliah Studi Hadis Indonesia. Kebenaran dan kesempurnaan hanyalah milik Allah yang maha kuasa. Kurang lebihnya kami mohon ma’af.  Wallahu a’lamu bisoab.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Cirebon, Februari 2014


               Pemakalah



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Upaya penelusuran sejarah perkembangan kajian hadis di Indonesia belum dilakukan secara sistematis. Hal ini bisa diduga disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, kenyataan bahwa kajian hadis tidak seintens kajian di keislaman yang lain, seperti al-Qur’an, fiqh, akhlak dan sebagainya. Kedua, kajian hadis bisa dikatakan berkembang sangat lambat, terutama bila dilihat dari kenyataan bahwa para ulama Nusantara telah menulis di bidang hadis sejak abad ke-17. Namun demikian, seperti terlihat kemudian, tulisan-tulisan tersebut tidak dikembangkan lebih jauh. Kajian hadis setelah itu mengalami kemandekan hampir satu setengah abad lamanya. Untuk itulah, perhatian para pengamat terhadap kajian hadis di Indonesia masih sangat kurang. Kalaupun ada pengamat yang menaruh perhatian, perhatiannya masih parsial dan tidak komprehensif.
Sebagian besar kaum Muslim meyakini bahwa hadis adalah kendaraan sunnah Nabi dan bahwa hadis merupakan tuntunan yang tidak dapat diabaikan dalam memahami wahyu Allah.[1] Sebagai salah satu sumber otoritas Islam kedua setelah al-Qur’an, sejumlah literatul hadis memiliki pengaruh yang sangat menentukan dan menjadi sumber hukum dan inspirasi agama. Para ulama telah berupaya keras mengumpulkan dan mengklasifikasikan serta memilah hadis-hadis yang autentik. Begitu pula ulama hadis Indonesia yang mencoba merekomendasikan hadis-hadis yang dipakai di Indonesia.







B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
Bagaimana Biografi muhaditsin Indonesia dan pandangannya terhadap Hadis, yang meliputi :
1.      Syekh Nawawī al-Bantani,
2.      Sheikh Mahfuz At-Tarmasi,
3.      Sheikh Utsman Pontianak,
4.      Sheikh Husein Kedah,
5.      Sheikh Utsman Jalaluddin Al-Kalantani,
6.      Sheikh Idris Al-Marbawi, dan
7.      Sheikh Ahmad Lingga ?
C.    Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah adalah untuk untuk mengetahui biografi muhaditsin Indonesia dan pandangannya terhadap hadis, yang meliputi :
1.      Syekh Nawawī al-Bantani,
2.      Sheikh Mahfuz At-Tarmasi,
3.      Sheikh Utsman Pontianak,
4.      Sheikh Husein Kedah,
5.      Sheikh Utsman Jalaluddin Al-Kalantani,
6.      Sheikh Idris Al-Marbawi, dan
7.      Sheikh Ahmad Lingga.










BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Syekh Nawawī al-Bantani
Syekh Nawawī al-Bantani merupakan salah satu ulama Nusantara yang masyhur dan terkenal. Beliau dikatakan antara tokoh ilmuwan yang turut menguasai semua bidang ilmu. Karya-karya beliau dii'tiraf oleh para ulama yang sezaman dan selepasnya. Kitab Tanqih al-Qawl merupakan syarah kepada kitab Lubab al-Hadith karya al-Imam Jalāl al-Dīn al-Suyūti. Kitab al-Bantani berkenaan, turut memaparkan nama-nama perawi hadis, sanad hadis dan beberapa status hadis.
Nama sebenar Syekh Nawawī al-Bantani ialah Abu Abd al-Muti Muhammad ibn Umar ibn al-Arabi Ibn Nawawī al-Jawi al-Bantanī al-Tanari. Beliau lebih dikenali dengan nama Muhammad Nawawī al-Bantanī atau Syekh Nawawī. Tokoh ini dilahirkan di sebuah desa Tanara, kecamatan Tirtayasa, (sekarang di kampung Pesisir, desa Pedalaman keamatan Tanara berhadapan Masjid Jāmi Syekh Nawawī Bantan) Kabupaten Serang, Propinsi Banten, pada tahun 1815 Masehi bersamaan dengan 1230 H. [2]
Ayahanda beliau bernama K.H. Umar ibn Arabi, merupakan seorang tokoh ulama di kampung Tanara. Dilihat dari silsilah ayah beliau, Syekh Nawawī al-Bantanī merupakan keturunan yang ke-12 daripada Mawlana Sharīf Hidayatullah (Sunan Gunungjati). Keturunan ini mempunyai hubungan nasab dengan putera Mawlana Hasanuddin, Sultan Banten yang pertama.[3] Sementara silsilah Syekh Nawawī daripada pihak ibu yang bernama Zubaydah, juga dikatakan mempunyai hubungan dengan keluarga sultan Banten dan Sunan Gunungjati juga.[4]
Kitab Tanqih al-Qawl dalam bahasa Arab merupakan syarah kepada kitab Lubab al-Hadith karya al-Imam Jalāl al-Dīn al-Suyūti. Ditemui juga sebuah syarah kitab Lubab al-Hadith dalam bahasa Melayu oleh Syekh Wan Ali bin Abd al-Rahman Kutan al-Kalantani berjudul; al-Jawhar al-Mawhub. Kedua tokoh ini hidup sezaman di Mekah al-Mukarramah.
Kandungan kedua sharah yang ditulis oleh kedua tokoh berkenaan sangat jauh berbeda. Syarah Syekh Nawawī al-Bantani, memperjelaskan kepentingan "isnad", justru setiap hadith kitab Lubab al-Hadith diberi penilaian menurut kaedah "Mustalah al-Hadith" kecuali sedikit. Syarah Syekh Wan Ali Kutan Kelantan pula, lebih fokus kepada tarbiyah akhlak dan amalan harian. Dalam kitab Tanqih al-Qawl ini, Syekh Nawawī al-Bantanī menjelaskan bahwa kitab lubab al-hadith berlaku perubahan pada lafaz dan terpadam karena tiada yang mensyarahkan kitab ini sebelumnya, sedangkan kitab lubab al-hadith ini menjadi rujukan masyarakat di Jawa. Al-Bantani turut meluahkan keluhannya terhadap pandangan setengah golongan yang meremehkan kandungan hadis-hadis dhaif kitab lubab al-hadith. Oleh itu beliau menulis kitab ini agar kitab ini tidak ditinggalkan begitu saja tetapi ia hanya boleh menjadi rujukan dan bacan karena hadis dhaif menurut jumhur ulama adalah boleh digunakan hujjah dalam fadail al-amal sebagaimana dijelaskan Ibn Hajar dalam Tanbih al-Akhyar dan oleh Imam Nawawi dalam Sharh al-Muhadhab.[5]
B.     Sheikh Mahfuz At-Tarmasi
Ulama yang berasal dari Termas ini menghasilkan beberapa kitab dalam bahasa Arab, karyanya dalam bentuk yang tebal. Nama lengkapnya ialah: Sheikh Muhammad Mahfuz ibnu al-’Allamah al-Haji Abdullah ibnu al-Allamah al-Haji Abdul Mannan at-Tarmasi. Lahir tahun 1285 H/1868 M di Termas, Jawa Tengah. Dalam karyanya judul Kifayatul Mustafid lima ‘Ala minal Asanid, disingkat Kifayatul Mustafid membicarakan berbagai-bagai sanad. Pada halaman 10 sehingga halaman 19, khusus membicarakan sanad-sanad ilmu hadis mulai beliau, gurunya, hingga kepada yang lebih atas.Mengenai Al-Jami’ Shahih Bukhari pula, beliau khatam sebanyak empat kali, belajar kepada beberapa ulama dengan sanad yang berbeda-beda. Beliau pelajari hadis tersebut kepada Saiyid Abu Bakar Syatha (1266 H/1849 M-1310 H/1892 M), melalui sanad Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan (1231 H/1815 M-1304 H/1886 M) hingga sampai kepada Imam Bukhari. Kitab hadis yang sama beliau belajar kepada Saiyid Husein ibnu Saiyid Muhammad al-Habsyi. Saiyid Husein al-Habsyi belajar kepada ayahnya Saiyid Muhammad bin Saiyid Husein al-Habsyi melalui sanad Sheikh Umar bin Abdul Karim bin Abdur Rasul al-Athar hingga sampai kepada Imam Bukhari. Beliau juga belajar kitab Shahih Muslim, Sunan Ibnu Majah, Musnad Imam Abi Hanifah, Musnad Imam Syafi’ie, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Mukhtasar Abi Jamrah, Asy-Syifa’, Al-Arba’un an-Nawawiyah, Asy-Syamail juga kepada Saiyid Abu Bakar Syatha yang tersebut. Sunan Abi Daud dan Muwaththa’ Imam Malik kepada Saiyid Muhammad Amin Ridhwan al-Madani di Madinah.Sunan Tarmizi dan Sunan Nasai. kepada Sheikh Muhammad Sa’id Babshail, dan lain-lain yang belum disebutkan. Semua penerimaan ilmu hadis itu dibicarakan dengan sanad sampai kepada pengarang sesuatu kitab itu, sanad-sanad itu ada yang sama dan ada yang berbeda-beda pengambilannya. Karya Sheikh Muhammad Mahfuz Termas tentang hadis yang agak besar ialah Manhaj Zawin Nazhar, yang pernah dicetak berkali-kali di Mekah dan Surabaya.[6]
C.    Sheikh Utsman Pontianak
Nama lengkap beliau ialah Sheikh Utsman bin Syihabuddin al-Funtiani al-Banjari, merupakan salah seorang ulama yang berasal dari Pontianak, berketurunan ulama Banjar, yang juga menghasilkan beberapa buah karangan. Karangan beliau mengenai hadis ialah Irsyadul ‘Ibad Penjaga Dan Bekal Hari Akhirat, disingkat Irsyadul ‘Ibad, yang diselesaikan tahun 1324 H/1906 M, juga dicetak dalam tahun itu oleh Matba’ah al-Miriyah al-Kainah, Mekah. Kitab tersebut adalah terjemahan daripada kitab Munabbihat ‘alal Isti’dadi li Yaumil Ma’ad karya Sheikh Ibnu Hajar al-’Asqalani. Irsyadul ‘Ibad merupakan terjemahan secara lengkap kitab tersebut yang dilakukan oleh Sheikh Utsman Pontianak, kitab yang sama pernah diterjemahkan oleh Sheikh Ahmad al-Fathani tetapi hanya dipilih beberapa hadis saja. Pilihan hadis dari kitab Sheikh Ibnu Hajar al-Asqalani oleh Sheikh Ahmad al-Fathani itu dimuat pada beberapa halaman Hadiqatul Azhar. Kitab yang sama juga pernah dibahas oleh Sheikh Nawawi al-Bantani yang diberi judul Nashaihul ‘Ibad yang telah dibicarakan sebelumnya.[7]
D.    Sheikh Husein Kedah
Ulama keturunan Sheikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari yang berdomisil di Kedah ini tercatat nama pada karya-karyanya ialah Sheikh Husein Nashir bin Muhammad Thaiyib al-Mas’udi al-Banjari al-Qadhi. Nama popular disebut Tuan Husein Kedah. Di antara karya-karyanya yang banyak terdapat sebuah karya hadis yang diberi judul Terjemah Hadis Jawahirul Bukhari. Belum diketahui tahun berapa karya ini beliau selesaikan kerana yang terdapat pada penulis hanya juzuk yang pertama sama. Cetakan pertama oleh Al-Maktabah Az-Zainiyah, Taiping, Perak, 1350 H. Pada mukadimah, Tuan Husein Kedah menyebut bahawa beliau terjemahkan daripada segala lafaz Hadis Jawahiril Bukhari dan sebahagian daripada Syarh al-Qastalani yang telah disebarkan oleh ulama Mesir moden, iaitu Sheikh al-Allamah Mustafa Muhammad Imarah al-Masriyah daripada kitab Hadiqatul Ahadisil Bukhari, lebih 700 hadis yang sahih sekeliannya. Tuan Husein menyebut judul sebenar terjemahannya itu dengan Tazkir Qabailil Qadhi fi Tarjamatil Bukhari. Hadis-hadis yang dibicarakan di dalam kitab ini sebahagian besarnya adalah sama dengan yang terkandung dalam Mukhthasar Ibnu Abi Jamrah. Terjemahan kitab ini juga terdapat dalam bahasa Melayu yang diusahakan oleh Mustafa Abdur Rahman Mahmud, 1369 H/1950 M yang diberi kata pengantar oleh Sheikh Abdullah Fahim.Walau bagaimanapun, susunan dan model terjemahan kedua-dua kitab tersebut adalah tidak sama. Terjemahan Mustafa Abdur Rahman Mahmud lebih banyak merujuk kepada Hasyiyah ‘ala Mukhtashar Ibnu Abi Jamrah lil Bukhari oleh al-Alim al-Allamah Sheikh Syinwani yang pernah dinobatkan sebagai Sheikhul Islam Universiti Al-Azhar.[8]


E.     Sheikh Utsman Jalaluddin Al-Kalantani
Ulama yang berasal dari Kelantan ini adalah murid Tok Kenali. Daripada sekian banyak karya beliau, dijumpai juga bahasannya mengenai hadis. Dalam karyanya berjudul Mathali’ul Anwar wa Majami’ul Azhar, disingkat Mathali’ul Anwar. Juzuk yang pertama merupakan bahasan asal-usul ilmu-ilmu keislaman. Mulai halaman 33 pula membahas ilmu-ilmu hadis. Bahasan ini sangat menarik kerana beliau membandingkan dengan aliran mazhab dalam satu segi. Pada segi yang lain beliau membela mazhab fiqh, yang sebenarnya; tokoh-tokoh terutama imam yang empat orang sebagai Mujtahid Muthlaq adalah tidak terlepas daripada keterlibatan mereka daripada sumber al-Quran dan hadis. Syeikh Utsman Jalaluddin al-Kalantani memulakan penulisan hadisnya dengan memperkenalkan 10 yang dianggap sebagai orang pertama menghimpunkan (menulis) hadis, mereka ialah:- Imam Malik bin Anas di Madinah- Abdullah bin Abdul Aziz bin Juraih di Mekah- Sufyan ats-Tsauri di Kufah- Hammad bin Salamah di Basrah- Sai’id bin Abi ‘Arubah – Husyaim bin Basyir di negeri Wasit- Abdur Rahman Auza’i di Syam- Ma’mar bin Rasyid di Yaman- Abdullah bin al-Mubarak di Khurasan- Jarir bin Abdul Hamid di negeri Raiy
lMenurut beliau, “Dan adalah demikian itu di dalam kurun yang kedua, maka ialah tahun 145H”. Sheikh Utsman Jalaluddin al-Kalantani, menyebut pula thabaqat ulama hadis sesudah itu dengan kemunculan dua tokoh, iaitu:- Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al- Bukhari, wafat 256 H-Muslim bin al-Hajjaj an-Nisaburi, wafat 261 H.
lSelanjutnya, kata beliau, “… dan mengaranglah seumpamanya empat orang”:- Abu Daud Sulaiman bin Asy’ab Sijistani, wafat 275 H- Abu Isa Muhammad bin Isa as-Sulami, wafat 279 H- Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Qazwini (Ibnu Majah), wafat 273 H- Abu Abdur Rahman Ahmad bin Sa’id Nasa’i, wafat 303 H.
lKarya enam orang yang tersebut dikenali dengan Kitabus Sittah (Kitab yang enam). Menurut beliau pula, tidak dapat dinafikan bahawa untuk memastikan sesuatu hadis benar-benar sahih adalah melalui liku-liku yang sangat sukar, kecuali apabila bersungguh-sungguh membuat penelitian terhadapnya. Oleh itu terjadilah perdebatan pada hadis dalam dua perkara:- Adakah hadis itu suatu asal daripada segala asal bagi menjalankan syariat yang dibangsakan kepada Islam, lagi yang menyempurnakan bagi Quran yang mulia.- Apabila kita berkata bahawasanya hadis itu ialah asal, maka apalah jalan bagi kita memegangnya.
Kedua-dua kemusykilan di atas dijawab oleh Sheikh Utsman Jalaluddin bahawa pada kemusykilan yang pertama, “Maka bahawasanya [ada] kaum meninggallah oleh mereka itu akan hadis-hadis sekaliannya dan menyimpan oleh mereka itu di atas Quran jua”. Kemusykilan yang kedua, menurut beliau, bahawa Imam Syafie dalam Al-Umm, suatu bab pada juzuk yang ketujuh akan tanda bagi bab berbantah-bantahan. Dilihat bahawa Sheikh Utsman Jalaluddin tidak sependapat dengan golongan yang tidak mahu menggunakan qias dan istihsan. Ini sangat jelas pada tulisan beliau, “Sungguhnya adalah segala sahabat dan tabien itu apabila tiada mendapat oleh mereka itu akan nas di dalam Quran dan tiada di dalam hadis Nabi SAW nescaya bersandarlah mereka itu kepada barang yang mendengar oleh mereka itu akan dia pada fikiran ijtihad…”"Dan sungguhnya segala yang beramal dengan qias dan istihsan itu ialah salaf yang soleh-soleh daripada yang besar-besar daripada segala sahabat seperti Saiyidina Umar pada daur yang pertama, dan Ibnu Abbas pada daur yang kedua, dan Rabi’ah dan Ibrahim Nakha’ie pada tabien. Maka betapalah kaum kami meninggal akan qias dan istihsan? Adakah kaum kami terlebih alim daripada mereka itu?Sebab-sebab Sheikh Utsman Jalaluddin menulis kalimat di atas adalah pada zaman itu mulai hangatnya perselisihan pendapat (khilafiyah) di seluruh Asia Tenggara, maka timbullah istilah “Kaum Tua” dan “Kaum Muda”. Golongan Kaum Tua berpegang kepada salah satu mazhab, terutamanya Mazhab Syafie, sedang Kaum Muda mendakwa hanya berpegang kepada al-Quran dan hadis sahaja. Apabila kita teliti, segolongan besar manusia hanyalah pengakuan saja berdasarkan al-Quran dan hadis, yang sebenarnya hanyalah berpegang dengan kehendak diri sendiri atau nafsu semata-mata. Hanya pengakuan saja berdasarkan al-Quran dan hadis, sedangkan pengetahuan yang menyeluruh mengenai kedua-duanya itu belum dikuasai sepenuhnya. Maka pengakuan demikian adalah satu pembohongan semata-mata atau tertipu dengan diri sendiri. Sangat ramai ulama terdahulu yang pengetahuannya sangat luas dan mendalam termasuk ahli dalam hadis seperti Imam Nawawi, Sheikh Ibnu Hajar dan lain-lain sedangkan mereka tidak juga berlepas daripada mazhab. Oleh itu, semua ulama tradisional Asia Tenggara sungguhpun mereka sangat dalam pengetahuannya tentang hadis, namun mereka tetap berpegang kepada Mazhab Syafie dalam fiqh, Ahlus Sunnah wal Jamaah aliran Sheikh Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi dalam akidah, mengikut ulama-ulama sufi yang muktabar dalam amalan tasawuf dan tarekat.[9]
F.      Sheikh Idris Al-Marbawi
Ulama yang berasal dari Perak ini, sangat terkenal dengan kamus Arab-Melayunya, yaitu Qamus al-Marbawi. Ilmu yang paling banyak diperolehnya adalah daripada Tok Kenali Kelantan. Karyanya yang berupa hadis yang terkenal ialah Bahrul Mazi, yang judul lengkapnya Bahrul Mazi li Syarh Mukhtashar Shahihit Tarmizi. Karyanya tersebut adalah terjemahan kitab Shahih Tarmizi, serta disyarah oleh Sheikh Idris bin Abdur Rauf al-Marbawi tersebut. Terjemahan Shahih Tarmizi secara lengkap ini adalah merupakan yang pertama sekali dilaksanakan dalam bahasa Melayu. Bahrul Mazi adalah merupakan karya besar yang terdiri daripada 22 jilid yang sudah diterbitkan. Maklumat ringkas tentang keseluruhan jilid kitab tersebut pernah dibicarakan sebelum ini dalam perbicaraan yang khusus mengenainya.[10]
G.    Sheikh Ahmad Lingga
Ulama yang berasal dari Riau-Lingga yang menghasilkan beberapa buah karangan ini nama lengkapnya ialah Sheikh Ahmad bin Muhammad Yunus Lingga. Salah sebuah daripada karangannya ialah mengenai hadis yang diberinya judul Nashihatu Ahlil Wafa ‘ala Washiyatil Mushthafa, yang diselesaikan di Mekah, pada hari Sabtu, 11 Syawal 1312 H/1895 M. Ia merupakan terjemahan wasiat Nabi Muhammad SAW kepada Saidina Ali Karamahullahu Wajhah yang pertama dalam bahasa Melayu.[11]



BAB III
PENUTUP
Sejauh ini ilmuwan Indonesia mempunyai potensi dalam bidang hadis, terbukti para ulama dapat mengarang sebuah kitab hadis, diantaranya :
Karya Syekh an-Nawawi al-Bantani yaitu Kitab Tanqih al-Qawl merupakan syarah kepada kitab Lubab al-Hadith karya al-Imam Jalāl al-Dīn al-Suyūti. Kitab al-Bantani berkenaan, turut memaparkan nama-nama perawi hadis, sanad hadis dan beberapa status hadis. Sheikh Muhammad Mahfuz ibnu al-’Allamah al-Haji Abdullah ibnu al-Allamah al-Haji Abdul Mannan at-Tarmasi. Lahir tahun 1285 H/1868 M di Termas, Jawa Tengah. Dalam karyanya judul Kifayatul Mustafid lima ‘Ala minal Asanid, disingkat Kifayatul Mustafid membicarakan berbagai-bagai sanad. Sheikh Utsman bin Syihabuddin al-Funtiani al-Banjari, merupakan salah seorang ulama yang berasal dari Pontianak, berketurunan ulama Banjar, yang juga menghasilkan beberapa buah karangan. Karangan beliau mengenai hadis ialah Irsyadul ‘Ibad Penjaga Dan Bekal Hari Akhirat, disingkat Irsyadul ‘Ibad, yang diselesaikan tahun 1324 H/1906 M, juga dicetak dalam tahun itu oleh Matba’ah al-Miriyah al-Kainah, Mekah.

Ulama keturunan Sheikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari yang berdomisil di Kedah ini tercatat nama pada karya-karyanya ialah Sheikh Husein Nashir bin Muhammad Thaiyib al-Mas’udi al-Banjari al-Qadhi. Nama popular disebut Tuan Husein Kedah. Di antara karya-karyanya yang banyak terdapat sebuah karya hadis yang diberi judul Terjemah Hadis Jawahirul Bukhari. Sheikh Utsman Jalaluddin Al-Kalantani. Ulama yang berasal dari Kelantan ini adalah murid Tok Kenali. Daripada sekian banyak karya beliau, dijumpai juga bahasannya mengenai hadis. Dalam karyanya berjudul Mathali’ul Anwar wa Majami’ul Azhar, disingkat Mathali’ul Anwar.

Sheikh Idris Al-Marbawi, Ulama yang berasal dari Perak ini, sangat terkenal dengan kamus Arab-Melayunya, yaitu Qamus al-Marbawi. Ilmu yang paling banyak diperolehnya adalah daripada Tok Kenali Kelantan. Karyanya yang berupa hadis yang terkenal ialah Bahrul Mazi, yang judul lengkapnya Bahrul Mazi li Syarh Mukhtashar Shahihit Tarmizi. Sheikh Ahmad Lingga. Ulama yang berasal dari Riau-Lingga yang menghasilkan beberapa buah karangan ini nama lengkapnya ialah Sheikh Ahmad bin Muhammad Yunus Lingga. Salah sebuah daripada karangannya ialah mengenai hadis yang diberinya 
judul Nashihatu Ahlil Wafa ‘ala Washiyatil Mushthafa,


BACA JUGA : MOTi EXPONENT
Jasa Rental Perlengkapan Seminar, Workshop, Launching, Wisuda, Partisi Pameran

Daftar Pustaka

al-Bantanī, Shaykh Muhammad Nawawī. t.th. Tanqīh al-Qawl. Surabaya: al-Haramayn.
Amiin, Kamaruddin. 2009. Metode Kritik Hadis. Jakarta Selatan: Hikmah.
nusantara
Munir Amin, Samsul. 2011. Sayyid Ulama Hijaz: Biografi Syeikh Nawawi al-Bantani. Jogjakarta: Pustaka Pesantren.
Nasution, Harun. 1987. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Ramli, Rafiudin. 1399 H. Sejarah Hidup dan Silsilah Shaykh Muhammad Nawawī. Banten:Yayasan al-Nawawī.
http://blogtraditionalislam.wordpress.com/2009/03/11/penulisan-hadis-tokoh-ulama-.























Saran
1.      Tolong diperjelas lagi tulisan Arabnya, bila perlu dihilangkan. (Opik)
(Hasil Revisi) Pemakalah menghilangkan tulisan Arab pada contoh karya Nawawi Al-Bantani, karena terfokus pada kajian kitab Tanqih al-Qawl dan meringkasnya berupa pengenalan saja, karena masih banyak pembahasan ulama hadis lainnya.
2.      Apakah ada masing-masing Ulama Hadis dari setiap kota yang ada di Nusantara, bila ada lebih baik cantumkan. (Anisah)
(Hasil Revisi) Pemakalah telah menambahkan ulama Hadis dari sebagian kota.




[1] Kamaruddin Amiin, Metode Kritik Hadis, (Jakarta Selatan: Hikmah, 2009), hal ke 1
[2] Samsul Munir Amin.2011. Sayyid Ulama Hijaz: Biografi Syeikh Nawawi al-Bantani. Jogjakarta: Pustaka Pesantren.
[3] Harun Nasution. 1987. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam hlm 666-667.
[4] Rafiudin Ramli. 1399 H. Sejarah Hidup dan Silsilah Shaykh Muhammad Nawawī. Banten:Yayasan al-Nawawī.
[5] al-Bantanī, Shaykh Muhammad Nawawī. t.th. Tanqīh al-Qawl. Surabaya: al-Haramayn.
[6] Ibid.
[7] http://blogtraditionalislam.wordpress.com/2009/03/11/penulisan-hadis-tokoh-ulama-nusantara
[8] Ibid.
[9] http://blogtraditionalislam.wordpress.com/2009/03/11/penulisan-hadis-tokoh-ulama-nusantara
[10] Ibid.
[11] Ibid.