اَهْلاًوَسَهْلاً

Tuesday, 14 January 2014

Al-mushonifu Adh Dhuafa



BAB II
Pembahasan
Al-mushonifu Adh Dhuafa
A.    Pengertian Hadis Dhaif
     Dhaif menurut lughat adalah lemah, lawan dari qawi (kuat). Adapun menurut muhaditsin,
Hadis dhaif adalah semua hadis yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadis yang diterima dan menurut kebanyakan para ulama hadis dhaif adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadis sohih dan hasan.

B.     Klasifikasi Hadis Dhaif
    Para muhaditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadis dari dua jurusan, yakni dari jurusan sanad dan jurusan matan. Sebab-sebab tertolaknya hadis dari jurusan sanad adalah :
1.      Terwujudnya cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilan maupun ke-dhabit-annya.
2.      Tidak bersambungnya sanad, dikarenakan adalah seorang rawi atau lebih, yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.
Adapun cacat pada keadilan dan ke-dhabit-an rawi itu ada sepuluh macam, yaitu sebagai berikut.
1.         Dusta
2.         Tertuduh dusta
3.         Fasik
4.         Banyak salah
5.         Lengah dalam menghafal
6.         Menyalahi riwayat orang kepercayaan
7.         Banyak waham (purbasangka)
8.         Tidak diketahui identitasnya
9.         Penganut bid’ah
10.     Tidak baik hafalannya[1]


Klasifikasi Hadis Dhaif
Berdasarkan Cacat pada Keadilan dan Ke-Dhabit-An Rawi
1.      Hadis maudhu
2.      Hadis matruk
3.      Hadis munkar
4.      Hadis syadzdz[2]
Berdasarkan gugurnya rawi
1.      Hadis muallaq
2.      Hadis mudhal
3.      Hadis mursal
4.      Hadis munqathi
5.      Hadis mudallas[3]

C.    Pendapat ulama mengenai hadis dhaif
Adapun tentang hadis dhaif, ada dua pendapat tentang boleh atau tidaknya diamalkan, atau dijadikan hujjah. Yakni:
1.    Imam Bukhari, Muslim, Ibnu Hazm, dan Abu Bakar Ibnu Araby menyatakan, hadis dhaif sama sekali tidak boleh diamalkan, atau dijadikan hujjah, baik untuk untuk masalah yang berhubungan dengan hukum maupun untuk keutamaan amal.
2.    Imam Ahmad bin Hambal, Abdurrohman bin Mahdi, dan Ibn Hajar Al-Askolani menyatakan, bahwa hadis dhaif dapat dijadikan hujjah (diamalkan) hanya untuk dasar keutamaan amal (fadla’il), dengan syarat
a.   para rawi yang meriwatkan hadis itu, tidak terlalu lemah.
b. Masalah yang dikemukakan oleh hadis itu, mempunyai dasar pokok yang ditetapkan oleh Al-Qur’an dan hadis shahih.
c.  Tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat.[4]





D.    Al-Mushonafu Adh-Dhuafa
1. Kitab Al-Kāmil Fī Ḍu‘Afā’ Al-Rijāl
a.    Latar Belakang Kehidupan Ibnu ‘Adī al-Jurjānī
Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah bin ‘Adī  bin ‘Abdullah bin Muḥammad bin Mubārak al-Jurjānī. Akan tetapi Ibnu Kaṡīr mengatakan bahwa nama Ibnu ‘Adī sebenarnya adalah ‘Abdullah bin Muḥammad bin Abī Aḥmad, akan tetapi para ulama lebih merajihkan pendapat pertama karena orang-orang senegaranya mengenalnya dengan nama itu. Gelarnya adalah al-Ḥāfiẓ, yaitu gelar yang diperuntukkan bagi orang yang hafal 100.000 hadis beserta sanad lengkapnya serta mengetahui seluk-beluk setiap rawinya dan mampu men-ta‘dīl dan men-tajrīḥ para perawi. Kunyah-nya adalah Abū Aḥmad dan Bin al-Qaṭṭān.
Al-Jurjānī lahir di Jurjan ibu kota Propinsi Golestan, 400 km sebelah utara Teheran, Iran, pada hari Sabtu, awal bulan Zulqaidah tahun 277 H./890 M., bertepatan dengan tahun wafatnya Abī Ḥātim al-Rāzī.
Jurjan, kota kelahiran Ibnu ‘Adī merupakan salah satu kota yang banyak menelurkan ulama-ulama hebat seperti Abū Nu‘aim ‘Abdul Malik bin Muḥammad bin ‘Adī, Abū Bakr Aḥmad bin Ibrāhīm al-Ismā‘īlī. Kota ini ditaklukkan oleh invasi yang dipimpin oleh Yazīd bin Muhallab pada masa pemerintahan Sulaimān bin ‘Abdul Malik (715-717 H.)
Ibnu ‘Adī al-Jurjānī lahir dan dibesarkan dalam keluarga ulama hadis. Mulai dari buyutnya, kakeknya, bapaknya, paman-pamannya, saudaranya,  bahkan sampai anak-anak dan cucunya pun termasuk perawi hadis. Buyutnya bernama Aḥmad bin al-Khalīl bin Sulaimān bin Ziyād. Kakeknya dari ibu bernama Abu Aḥmad Khalīl bin Aḥmad bin Khalīl al-Hamżānī (w. 289 H.). Ayahnya (‘Adī) adalah salah seorang murid dari al-Imām Abū Zar‘ah al-Rāzī. Paman-pamannya yang termasuk perawi hadis ialah ‘Alī bin Khalīl dan Aḥmad bin Khalīl. Ia memiliki seorang saudara yang bernama Abū ‘Abdullah Muḥammad bin ‘Adī yang meninggal lebih dulu darinya. Ia juga memiliki tiga orang anak –semuanya laki-laki– yang juga berguru kepadanya dan meriwayatkan hadis darinya, yaitu ‘Adī, Manṣūr dan Abū Zar‘ah. Cucunya bernama Ismā‘īl bin Manṣūr bin ‘Abdullah bin ‘Adī.
Ibnu ‘Adī menjalani masa mudanya di kota kelahirannya. Di sana ia berguru kepada ulama-ulama dari negaranya. Pada usia 13 tahun ia sudah mempelajari ilmu hadis dan juga mulai menulis hadis yang didapat dari guru-gunya. Pada awalnya, ia hanya mengumpulkan hadis-hadis yang di dapat dari guru-guru di sekitar Jurjan saja seperti Aḥmad bin Hafṣ al-Sa‘adī. Kemudian pada umur 20 tahun barulah ia memulai riḥlah ‘ilmiah-nya untuk berguru dan mencari kepada ulama-ulama di luar Jurjan. Di antara kota-kota yang dikunjungi Ibnu ‘Adī dalam riḥlahnya ialah Damaskus, Palestina, Ḥimṣā, Bukhara, Kufah, Basrah, Khurasan, Bagdad, Syam, Dimyāṭ, Samarqand, Naisabur, Mekkah dan Madinah.
Ibnu ‘Adī wafat pada malam Sabtu, awal Jumadil Akhir tahun 365 H./976 M. pada usia 88 tahun. Jenazah dishalati oleh muridnya, Abū Bakr al-Ismā‘īlī, dan dimakamkan di samping Mesjid Kūz bin Wabrah, Jurjan.

b.     Guru-gurunya dan Murid-muridnya
Dalam riḥlah ‘ilmiahnya, Ibnu ‘Adī al-Jurjāni banyak bertemu dengan ulama-ulama hadis yang terkenal dan meriwayatkan hadis dari mereka. Bahkan salah satu sumbermenyebutkan bahwa jumlah guru-gurunya mencapai lebih dari 1000 orang. Di antara ulama-ulama hadis yang menjadi guru-gurunya ialah al-Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, al-Bagawi, Abū Ya‘lā al-Mauṣulī, al-Sājī, Abū ‘Arūbah al-Ḥarānī, ‘Abdān al-Ahwāzī, Muḥammad bin ‘Uṡmān bin Abī Syaibah, Ibnu Ṣā‘id, Abū Khulaifah al-Jumaḥiy, Buhlūl bin Isḥāq al-Anbārī, Anas bin al-Salm, Ibnu al-Rawwās, Isḥāq bin Ibrāhīm al-Manjanīqī, al-Firyābī, Ibnu Jarīr al-Ṭabarī, Ibnu al-Manżur, al-Ḥasan bin Sufyān al-Naswī, Imām al-Ṭaḥāwī, Ibnu ‘Uqdah, Ibnu Abī Dāwud, ‘Umar bin Sunān al-Barjimī, ‘Imrān bin al-Majāsyi‘ al-Hamdānī, al-Ḥusain bin ‘Abdullah al-Qaṭṭān, ‘Abdullah bin Muḥammad bin Salamah bin Qutaibah, Ibnu Jauṣā, Ḥājib bin Urkain, Aḥmad bin Ḥasan al-Ṣaufī, Abū ‘Uqail Anas bin Muslim, Ibnu Ḥammād al-Daulābī, dan al-Jindī.
Sedangkan yang pernah meriwayatkan hadis darinya (murid-muridnya) di antaranya Abu Sa‘ad al-Mālīnī, Ḥamzah bin Yūsuf al-Sahimī, Abu Muḥammad al-Ḥasan bin Ḥusain bin Rāmain, Aḥmad bin Muḥammad bin Zakaria, Muḥammad bin ‘Abdullah bin Bākawaih al-Syīrāzī, al-Ḥākim, juga beberapa perawi wanita seperti Fatimah binti Muḥammad bin al-‘Abbās al-Ṣūfiah, Fatimah binti Muḥammad bin ‘Abdurrahman Abi Abdullah al-Ṭalqī dan Fatimah al-Farisiah.

c.    Karya-karyanya
Selain menulis kitab-kitab di bidang dirāyah dan riwāyah hadis, Ibnu ‘Adī juga menulis sebuah kitab fikih. Kitab-kitabnya di bidang dirāyah hadis di antaranya al-Kāmil fī Ḍu‘afā’ al-Rijāl, Usāmī Man Rawā ‘anhum al-Bukhārī fī al-Ṣaḥīḥ, dan Asmā’ al-Ṣaḥābah. Sedangkan kitab-kitabnya di bidang riwāyah hadis seperti Musnad Ḥadīṡ Mālik bin Anas, Jam‘u Aḥādīṡ al-Auzā‘ī, wa Sufyān al-Ṡaurī, wa Syu‘bah, wa Ismā‘il bin Abī Khālid wa Jamā‘ah min al-Muqallīn, dan Mu‘jam al-Syuyūkh. Adapun kitab yang ditulis oleh Ibnu ‘Adī di bidang Fikih adalah sebuah ringkasan dari kitab fikih syafi‘iyyah al-Mazzi, yang diberi judul al-Intiṣār ‘ala al-Mukhtaṣar al-Mazzi.
d.    Isi Kitab dan Sistematika Kitab
Kitab al-Kāmil fī Ḍu‘afā’ al-Rijāl adalah kitab yang memuat keterangan mengenai perawi-perawi hadis ḍa‘īf sebanyak 2206 perawi. Kitab ini dicetak oleh penerbit Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah dalam 9 jilid, dan penerbit Dār al-Fikr mencetaknya dalam 7 jilid. Selain memaparkan riwayat-riwayat mengenai keḍa‘īfan seorang perawi berikut hadis-hadis yang diriwayatkannya, dalam pendahuluan kitabnya Ibnu ‘Adī juga menuliskan riwayat-riwayat yang disandarkan kepada Nabi dan Sahabat berkaitan dengan pendustaan yang mengatasnamakan Nabi saw. yang disusun dalam 30 bab, dan juga 11 bab lain yang masih terkait dengan seputar pendustaan dalam periwayatan hadis.
Dalam menulis kitab ini, Ibnu ‘Adī menyusun nama-nama perawi secara alfabetis, tetapi hanya pada nama depannya saja, untuk nama belakang setelah ibn tidak lagi secara alfabetis. Huruf wāwu didahulukan dari huruf hā’, dan huruf lām alif setelah hā’ dan sebelum yā’. Pengecualian terdapat pada nama Zuhair yang diawali daripada nama Zubair, dan juga nama Ḥafṣ didahului daripada nama Ḥarb, ini disebabkan perawi yang nama depannya Ḥafṣ lebih  banyak daripada perawi yang nama depannya Ḥarb, dan beberapa nama lainnya. Pengecualian juga terdapat pada bab yang memuat nama perawi yang diawali dengan huruf alif dan mīm, yang didahulukan adalah perawi yang bernama depan Aḥmad dan Muḥammad untuk menghormati Nabi Muḥammad, sama seperti pada kitab-kitab Rijāl yang telah dipelajari sebelumnya. Pada jilid terakhir setelah bab yā’ terdapat dua bab tambahan, yaitu bab yang menjelaskan tentang perawi-perawi yang masih diperselisihkan nama kunyahnya dan tidak dikenal dengan nama kunyahnya, dan walaupun dinamai tetapi nama mereka tidak benar, dan bab yang menjelaskan perawi-perawi yang namanya dinisbahkan kepada nama kabilahnya atau nama tuannya.

Untuk lebih rincinya mengenai sistematika kitab al-Kāmil fī Ḍu‘afā’ al-Rijāl (cetakan Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah), dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No.
Jilid
Isi
1.
I
Muqaddimah al-Taḥqīq, Muqaddimah al-Muṣannif, Man Ibtidā’u Asāmīhim Alifun min Man Yunsabu ilā Ḍarbin min al-Ḍa‘fi (nomor 1-178).
2.
II
Lanjutan bab Alif, bab bā’-ḥā’ (nomor 179-412).
3.
III
Lanjutan bab ḥā’, bab khā’ dan dāl (nomor 413-642).
4.
IV
Lanjutan bab dāl, bab żāl-sīn (nomor 643-880).
5.
V
Bab syīn-‘ain (nomor 881-1186).
6.
VI
Lanjutan bab ‘ain (nomor 1187-1465).
7.
VII
Lanjutan bab ‘ain, bab gain­-mīm (nomor 1466-1795).
8.
VIII
Lanjutan bab mīm, bab nūn-yā’ (nomor 1796-2095).
9.
IX
Lanjutan bab yā’, bab min Man Galabat ‘alaihi al-kunyah wa Lam Yusamma wa ‘Arafa bi Kunyatihi wa In Sammū lam Taṣiḥ Asmā’ahum, bab min Man Nusiba ilā Qabīlatin au Nusiba ilā Maula wa Lam Yażkur bi Ismin wa Lā Kunyatin (nomor 2096-2206).

e.     Metode Pemaparan
Dalam memaparkan biografi para perawi dalam kitab ini, Ibnu ‘Adī menyebutkan perawi-perawi yang tergolong perawi hadis ḍa‘īf beserta hadis yang diriwayatkannya dan riwayat-riwayat mengenai ke-ḍa‘if-an mereka. Perawi-perawi yang masih diperselisihkan statusnya sebagian ditajrīḥ dan sebagaian yang lain dita‘dīl (seperti Abdullah bin Wahab dan Abdullah bin Yusuf). Letak keḍa‘ifan perawi di sini pun disebutkan, apakah ia cacat dari segi ‘adalahnya, menambahkan atau mengurangi periwayatan dsb.






Contoh hadis dhaif Tahniah Ied
(اخبرنا) أبو الحسن بن عبدان انبأ احمد بن عبيد ثنا اسحق بن ابراهيم بن سفيان ثنا أبو علي احمد بن الفرج المقري ثنا محمد بن ابراهيم الشامي ثنا بقية بن الوليد عن ثور بن يزيد عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ قَالَ لَقَيْتُ وَاثِلَةَ بْنَ اْلاَسْقَعِ فِي يَوْمِ عِيْدٍ فَقُلْتُ تَقَبَّلَ الله ُ مِنَّا وَمِنْكَ فَقَالَ نَعَمْ تَقَبَّلَ الله ُ مِنَّا وَمِنْكَ قَالَ وَاثِلَةَ لَقَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَوْمَ عِيْدٍ فَقُلْتُ تَقَبّلَ الله ُ مِنَّا وَمِنْكَ قَالَ نَعَمْ تَقَبَّلَ الله ُ مِنَّا وِمِنْكَ.
Telah menghabarkan kepada kami Abul Hasan bin ‘Abdan, telah menghabarkan Ahmad bin ‘Ubaid, telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim bin Sufyan, telah menceritakan kepada kamiAbu Ali ( Ahmad bin Al Faraji Al Muqri ), telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ibrahim Asy Syamie, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah bin Walid, dari Tsaur bin Yazid, dari Khalid bin Ma’dan, ia berkata : aku bertemu Watsilah bin Al Asqa’ pada hari Ied, aku mengucapkan Taqabbalallahu minna wa minka, lalu watsilah mengucapkan na’am taqabbalallahu minna wa minka, Watsilah berkata : aku bertemu Rasulullah Saw pada hari Ied, lalu aku mengucapkan Taqabbalallahu minna wa minka, lalu Rasulullah Saw mengucapkan na’am taqabbalallahu minna wa minka

Kedudukan hadits ini dhaif, karena melalui jalur periwayatan Muhammad bin Ibrahim Asy Syami.
a.       Abu Ahmad bin Adi berkata : Dia munkarul hadits dan seluruh hadits-haditsnya tidak terpelihara  ( tidak shahih ).
b.      Abul Hasan ad Daraquthni berkata : Dia pendusta.
c.       Al Hafid Abu Nu’aim Al Ash Bahani berkata : Muhammad bin Ibrahim Asy Syami dari Al Walid bin Muslim, Syu’aib bin Ishaq, Baqiyyah dan dari Suwaid bin Abdil Azis; hadits-haditsnya maudhu’ ( palsu ).
d.      Ibnu Hibban berkata : dia membuat hadits-hadits palsu atas nama orang-orang Syam, riwayat darinya tidak halal, kecuali sekedar penelitian.
e.       Ibnu hajar berkata : dia Munkarul hadits.

(اخبرناه) أبو الحسين بن بشران ببغداد انبأ أبو جعفر محمد بن عمرو الرزاز ثنا محمد بن الهيثم بن حماد ثنا نعيم بن حماد ثنا عبد الخالق بن زيد بن واقد الدمشقي عن ابيه عن مكحول عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ رضي الله عنه قَالَ سَأَلْتُ رَسُوْلَ الله صلى الله عليه وسلم عَنْ قَوْلِ النَّاسِ فِي اْلعِيْدَيْنِ تَقَبَّلَ الله ُ مِنَّا وَمِنْكُمْ قَالَ ذلِكَ فِعْلُ اَهْلِ الْكِتَابَيْنِ وَكَرِهَهُ *
Telah menghabarkan kepada kami Abul Husain bin Busyran di Bagdad, telah memberitakan Abu Ja’far ( Muhammad bin Amr Ar Rujjaj ) telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Haitsam bin Hammad, telah menceritakan kepada kami Nu’aim bin Hammad, telah menceritakan kepada kami Abdul Khaliq bin zaid bin Waqid Ad Dimasyqa, dari bapaknya, dari Makhul, dari ‘Ubadah bin Shamit Ra ia berkata : aku bertanya kepada Rasulullah Saw tentang ucapan orang-orang pada dua hari raya; Taqabbalallahu minna wa minkum, beliau menjawab : Yang demikiaan itu adalah amalan dua golongan ahli kitab ( Yahudi / Nashrani ) dan Rasulullah Saw membenci amalan itu.
 Hadits ini dhaif, karena melalui tiga orang rawi :
a.    Nu’aim bin Hammad
a)  Ibnu Hibban berkata : dia sering kali melakukan kesalahan dan keragu-raguan
b) An Nasa’i berkata : dia tidak dapat dipercaya
c)  Ibnu Hajar berkata : dia shaduq, sering melakukan kesalahan (dalam meriwayatkan hadits)
b.    Abdul Khaliq
  Imam Al Bukhari berkata : dia munkarul hadits.
c.   Makhul
a)  Ad Dzahabi berkata : dia suka mentadlis hadits ( menyamarkan )
b) Abu Bakr Al Bazzar berkata : Makhul, mereiwayatkan hadits dari para sahabat, dari Ubadah, Umu Darda, Khudzifah, Abu Hurairah, Jabir Ra padahal dia tidak mendengar dari mereka.
c)  Abu Mushir berkata : menurut kami, hadits-haditsnya tidak shahih kecuali melalui Anas bin Malik
BAB III
Penutup

Dari sedikit pemaparan di atas dapat dilihat bahwa kitab al-Kāmil fī Ḍu‘afā’ al-Rijāl bisa dikatakan sebagai masterpiece dalam referensi jarḥ wa al-ta‘dīl. Keunggulan kitab ini dapat dilihat dari jumlah perawi-perawi yang disajikan –beserta riwayat mengenainya dan hadis-hadis yang diriwayatkannya – maupun dari segi metode penilaiannya terhadap perawi. Hampir tidak ditemukan kekurangan dari kitab ini. Namun karena dalam tradisi akademik harus berusaha bersikap kritis terhadap objek kajian, maka di sini penulis akan berusaha menilai kekurangan dari kitab ini. Penulis melihat masih kurangnya data dalam biografi perawi, karena hanya terfokus pada riwayat-riwayat yang berkaitan dengan perawi dan hadis-hadis yang diriwayatkannya. Wallahu A‘lam bi al-Ṣawwab.





BACA JUGA : MOTi EXPONENT
Jasa Rental Perlengkapan Event Seminar, Workshop, Launching, Wisuda, Partisi Pameran

Daftar pustaka

Ismail, M. Syuhudi. 1987. Ulumul Hadits. Bandung: Angkasa

Solahudin, Agus dan Suyadi Agus. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.



[1] Agus Solahudin dan Agus Suyadi. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. 2009. Hlm. 148-149.
[2] Ibid. Hlm. 150.
[3] M. Syuhudi Ismail. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: Angkasa. 1987. Hlm. 184.
[4] Ibid. Hlm. 184.

0 comments: