BAB
II
Pembahasan
Al-mushonifu
Adh Dhuafa
A.
Pengertian Hadis Dhaif
Dhaif menurut lughat adalah lemah, lawan
dari qawi (kuat). Adapun menurut muhaditsin,
Hadis
dhaif adalah semua hadis yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadis
yang diterima dan menurut kebanyakan para ulama hadis dhaif adalah yang tidak
terkumpul padanya sifat hadis sohih dan hasan.
B.
Klasifikasi Hadis Dhaif
Para muhaditsin mengemukakan sebab-sebab
tertolaknya hadis dari dua jurusan, yakni dari jurusan sanad dan jurusan
matan. Sebab-sebab tertolaknya hadis dari jurusan sanad adalah :
1.
Terwujudnya cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilan maupun
ke-dhabit-annya.
2.
Tidak bersambungnya sanad, dikarenakan adalah seorang rawi atau
lebih, yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.
Adapun cacat
pada keadilan dan ke-dhabit-an rawi itu ada sepuluh macam, yaitu sebagai
berikut.
1.
Dusta
2.
Tertuduh dusta
3.
Fasik
4.
Banyak salah
5.
Lengah dalam menghafal
6.
Menyalahi riwayat orang kepercayaan
7.
Banyak waham (purbasangka)
8.
Tidak diketahui identitasnya
9.
Penganut bid’ah
10.
Tidak baik hafalannya[1]
Klasifikasi
Hadis Dhaif
Berdasarkan Cacat pada Keadilan dan Ke-Dhabit-An Rawi
1.
Hadis maudhu
2.
Hadis matruk
3.
Hadis munkar
4.
Hadis syadzdz[2]
Berdasarkan
gugurnya rawi
1.
Hadis muallaq
2.
Hadis mudhal
3.
Hadis mursal
4.
Hadis munqathi
5.
Hadis mudallas[3]
C.
Pendapat ulama mengenai hadis dhaif
Adapun tentang hadis dhaif, ada dua pendapat tentang boleh atau
tidaknya diamalkan, atau dijadikan hujjah. Yakni:
1.
Imam Bukhari, Muslim, Ibnu Hazm, dan Abu Bakar Ibnu Araby menyatakan,
hadis dhaif sama sekali tidak boleh diamalkan, atau dijadikan hujjah, baik
untuk untuk masalah yang berhubungan dengan hukum maupun untuk keutamaan amal.
2.
Imam Ahmad bin Hambal, Abdurrohman bin Mahdi, dan Ibn Hajar
Al-Askolani menyatakan, bahwa hadis dhaif dapat dijadikan hujjah (diamalkan)
hanya untuk dasar keutamaan amal (fadla’il), dengan syarat
a.
para rawi yang meriwatkan
hadis itu, tidak terlalu lemah.
b.
Masalah yang dikemukakan oleh hadis itu, mempunyai dasar pokok yang
ditetapkan oleh Al-Qur’an dan hadis shahih.
c.
Tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat.[4]
D.
Al-Mushonafu Adh-Dhuafa
1.
Kitab Al-Kāmil Fī Ḍu‘Afā’
Al-Rijāl
a.
Latar Belakang Kehidupan Ibnu ‘Adī
al-Jurjānī
Nama
lengkapnya adalah ‘Abdullah bin ‘Adī bin ‘Abdullah bin Muḥammad bin Mubārak
al-Jurjānī. Akan tetapi Ibnu Kaṡīr mengatakan bahwa nama Ibnu ‘Adī sebenarnya
adalah ‘Abdullah bin Muḥammad bin Abī Aḥmad, akan tetapi para ulama lebih
merajihkan pendapat pertama karena orang-orang senegaranya mengenalnya dengan
nama itu. Gelarnya adalah al-Ḥāfiẓ, yaitu gelar yang diperuntukkan bagi orang
yang hafal 100.000 hadis beserta sanad lengkapnya serta mengetahui seluk-beluk
setiap rawinya dan mampu men-ta‘dīl dan men-tajrīḥ para perawi. Kunyah-nya
adalah Abū Aḥmad dan Bin al-Qaṭṭān.
Al-Jurjānī
lahir di Jurjan ibu kota Propinsi Golestan, 400 km sebelah utara Teheran, Iran,
pada hari Sabtu, awal bulan Zulqaidah tahun 277 H./890 M., bertepatan dengan
tahun wafatnya Abī Ḥātim al-Rāzī.
Jurjan,
kota kelahiran Ibnu ‘Adī merupakan salah satu kota yang banyak menelurkan
ulama-ulama hebat seperti Abū Nu‘aim ‘Abdul Malik bin Muḥammad bin ‘Adī, Abū
Bakr Aḥmad bin Ibrāhīm al-Ismā‘īlī. Kota ini ditaklukkan oleh invasi yang
dipimpin oleh Yazīd bin Muhallab pada masa pemerintahan Sulaimān bin ‘Abdul
Malik (715-717 H.)
Ibnu
‘Adī al-Jurjānī lahir dan dibesarkan dalam keluarga ulama hadis. Mulai dari
buyutnya, kakeknya, bapaknya, paman-pamannya, saudaranya, bahkan sampai
anak-anak dan cucunya pun termasuk perawi hadis. Buyutnya bernama Aḥmad bin
al-Khalīl bin Sulaimān bin Ziyād. Kakeknya dari ibu bernama Abu Aḥmad Khalīl
bin Aḥmad bin Khalīl al-Hamżānī (w. 289 H.). Ayahnya (‘Adī) adalah salah
seorang murid dari al-Imām Abū Zar‘ah al-Rāzī. Paman-pamannya yang termasuk
perawi hadis ialah ‘Alī bin Khalīl dan Aḥmad bin Khalīl. Ia memiliki seorang
saudara yang bernama Abū ‘Abdullah Muḥammad bin ‘Adī yang meninggal lebih dulu
darinya. Ia juga memiliki tiga orang anak –semuanya laki-laki– yang juga
berguru kepadanya dan meriwayatkan hadis darinya, yaitu ‘Adī, Manṣūr dan Abū
Zar‘ah. Cucunya bernama Ismā‘īl bin Manṣūr bin ‘Abdullah bin ‘Adī.
Ibnu
‘Adī menjalani masa mudanya di kota kelahirannya. Di sana ia berguru kepada
ulama-ulama dari negaranya. Pada usia 13 tahun ia sudah mempelajari ilmu hadis
dan juga mulai menulis hadis yang didapat dari guru-gunya. Pada awalnya, ia
hanya mengumpulkan hadis-hadis yang di dapat dari guru-guru di sekitar Jurjan
saja seperti Aḥmad bin Hafṣ al-Sa‘adī. Kemudian pada umur 20 tahun barulah ia
memulai riḥlah ‘ilmiah-nya untuk berguru dan mencari kepada ulama-ulama
di luar Jurjan. Di antara kota-kota yang dikunjungi Ibnu ‘Adī dalam riḥlahnya
ialah Damaskus, Palestina, Ḥimṣā, Bukhara, Kufah, Basrah, Khurasan,
Bagdad, Syam, Dimyāṭ, Samarqand, Naisabur, Mekkah dan Madinah.
Ibnu
‘Adī wafat pada malam Sabtu, awal Jumadil Akhir tahun 365 H./976 M. pada usia
88 tahun. Jenazah dishalati oleh muridnya, Abū Bakr al-Ismā‘īlī, dan dimakamkan
di samping Mesjid Kūz bin Wabrah, Jurjan.
b.
Guru-gurunya dan Murid-muridnya
Dalam riḥlah ‘ilmiahnya, Ibnu ‘Adī al-Jurjāni banyak bertemu
dengan ulama-ulama hadis yang terkenal dan meriwayatkan hadis dari mereka.
Bahkan salah satu sumbermenyebutkan bahwa jumlah guru-gurunya mencapai lebih
dari 1000 orang. Di antara ulama-ulama hadis yang menjadi guru-gurunya ialah
al-Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, al-Bagawi, Abū Ya‘lā al-Mauṣulī, al-Sājī, Abū
‘Arūbah al-Ḥarānī, ‘Abdān al-Ahwāzī, Muḥammad bin ‘Uṡmān bin Abī Syaibah, Ibnu
Ṣā‘id, Abū Khulaifah al-Jumaḥiy, Buhlūl bin Isḥāq al-Anbārī, Anas bin al-Salm,
Ibnu al-Rawwās, Isḥāq bin Ibrāhīm al-Manjanīqī, al-Firyābī, Ibnu Jarīr
al-Ṭabarī, Ibnu al-Manżur, al-Ḥasan bin Sufyān al-Naswī, Imām al-Ṭaḥāwī, Ibnu
‘Uqdah, Ibnu Abī Dāwud, ‘Umar bin Sunān al-Barjimī, ‘Imrān bin al-Majāsyi‘
al-Hamdānī, al-Ḥusain bin ‘Abdullah al-Qaṭṭān, ‘Abdullah bin Muḥammad bin
Salamah bin Qutaibah, Ibnu Jauṣā, Ḥājib bin Urkain, Aḥmad bin Ḥasan al-Ṣaufī,
Abū ‘Uqail Anas bin Muslim, Ibnu Ḥammād al-Daulābī, dan al-Jindī.
Sedangkan yang pernah meriwayatkan hadis darinya
(murid-muridnya) di antaranya Abu Sa‘ad al-Mālīnī, Ḥamzah bin Yūsuf al-Sahimī,
Abu Muḥammad al-Ḥasan bin Ḥusain bin Rāmain, Aḥmad bin Muḥammad bin Zakaria,
Muḥammad bin ‘Abdullah bin Bākawaih al-Syīrāzī, al-Ḥākim, juga beberapa perawi
wanita seperti Fatimah binti Muḥammad bin al-‘Abbās al-Ṣūfiah, Fatimah binti
Muḥammad bin ‘Abdurrahman Abi Abdullah al-Ṭalqī dan Fatimah al-Farisiah.
c.
Karya-karyanya
Selain menulis kitab-kitab di bidang dirāyah dan
riwāyah hadis, Ibnu ‘Adī juga menulis sebuah kitab fikih. Kitab-kitabnya di
bidang dirāyah hadis di antaranya al-Kāmil fī Ḍu‘afā’ al-Rijāl, Usāmī
Man Rawā ‘anhum al-Bukhārī fī al-Ṣaḥīḥ, dan Asmā’ al-Ṣaḥābah.
Sedangkan kitab-kitabnya di bidang riwāyah hadis seperti Musnad Ḥadīṡ
Mālik bin Anas, Jam‘u Aḥādīṡ al-Auzā‘ī, wa Sufyān al-Ṡaurī, wa Syu‘bah,
wa Ismā‘il bin Abī Khālid wa Jamā‘ah min al-Muqallīn, dan Mu‘jam
al-Syuyūkh. Adapun kitab yang ditulis oleh Ibnu ‘Adī di bidang Fikih adalah
sebuah ringkasan dari kitab fikih syafi‘iyyah al-Mazzi, yang diberi judul al-Intiṣār
‘ala al-Mukhtaṣar al-Mazzi.
d.
Isi Kitab dan Sistematika Kitab
Kitab al-Kāmil fī Ḍu‘afā’ al-Rijāl adalah kitab yang
memuat keterangan mengenai perawi-perawi hadis ḍa‘īf sebanyak 2206 perawi.
Kitab ini dicetak oleh penerbit Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah dalam 9 jilid, dan penerbit
Dār al-Fikr mencetaknya dalam 7 jilid. Selain memaparkan riwayat-riwayat
mengenai keḍa‘īfan seorang perawi berikut hadis-hadis yang
diriwayatkannya, dalam pendahuluan kitabnya Ibnu ‘Adī juga menuliskan
riwayat-riwayat yang disandarkan kepada Nabi dan Sahabat berkaitan dengan
pendustaan yang mengatasnamakan Nabi saw. yang disusun dalam 30 bab, dan juga
11 bab lain yang masih terkait dengan seputar pendustaan dalam periwayatan
hadis.
Dalam menulis kitab ini, Ibnu ‘Adī
menyusun nama-nama perawi secara alfabetis, tetapi hanya pada nama depannya
saja, untuk nama belakang setelah ibn tidak lagi secara alfabetis. Huruf
wāwu didahulukan dari huruf hā’, dan huruf lām alif setelah hā’ dan sebelum
yā’. Pengecualian terdapat pada nama Zuhair yang diawali daripada nama Zubair,
dan juga nama Ḥafṣ didahului daripada nama Ḥarb, ini disebabkan perawi yang
nama depannya Ḥafṣ lebih banyak daripada perawi yang nama depannya Ḥarb,
dan beberapa nama lainnya. Pengecualian juga terdapat pada bab yang memuat nama
perawi yang diawali dengan huruf alif dan mīm, yang didahulukan
adalah perawi yang bernama depan Aḥmad dan Muḥammad untuk menghormati Nabi
Muḥammad, sama seperti pada kitab-kitab Rijāl yang telah dipelajari sebelumnya.
Pada jilid terakhir setelah bab yā’ terdapat dua bab tambahan, yaitu bab
yang menjelaskan tentang perawi-perawi yang masih diperselisihkan nama
kunyahnya dan tidak dikenal dengan nama kunyahnya, dan walaupun dinamai tetapi
nama mereka tidak benar, dan bab yang menjelaskan perawi-perawi yang namanya
dinisbahkan kepada nama kabilahnya atau nama tuannya.
Untuk lebih rincinya mengenai sistematika kitab al-Kāmil
fī Ḍu‘afā’ al-Rijāl (cetakan Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah), dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
No.
|
Jilid
|
Isi
|
1.
|
I
|
Muqaddimah al-Taḥqīq, Muqaddimah al-Muṣannif, Man
Ibtidā’u Asāmīhim Alifun min Man Yunsabu ilā Ḍarbin min al-Ḍa‘fi (nomor
1-178).
|
2.
|
II
|
Lanjutan bab Alif, bab bā’-ḥā’
(nomor 179-412).
|
3.
|
III
|
Lanjutan bab ḥā’, bab khā’
dan dāl (nomor 413-642).
|
4.
|
IV
|
Lanjutan bab dāl, bab żāl-sīn
(nomor 643-880).
|
5.
|
V
|
Bab syīn-‘ain (nomor
881-1186).
|
6.
|
VI
|
Lanjutan bab ‘ain (nomor
1187-1465).
|
7.
|
VII
|
Lanjutan bab ‘ain, bab gain-mīm
(nomor 1466-1795).
|
8.
|
VIII
|
Lanjutan bab mīm, bab nūn-yā’
(nomor 1796-2095).
|
9.
|
IX
|
Lanjutan bab yā’, bab min
Man Galabat ‘alaihi al-kunyah wa Lam Yusamma wa ‘Arafa bi Kunyatihi wa In
Sammū lam Taṣiḥ Asmā’ahum, bab min Man Nusiba ilā Qabīlatin au Nusiba
ilā Maula wa Lam Yażkur bi Ismin wa Lā Kunyatin (nomor 2096-2206).
|
e.
Metode Pemaparan
Dalam
memaparkan biografi para perawi dalam kitab ini, Ibnu ‘Adī menyebutkan
perawi-perawi yang tergolong perawi hadis ḍa‘īf beserta hadis yang
diriwayatkannya dan riwayat-riwayat mengenai ke-ḍa‘if-an mereka.
Perawi-perawi yang masih diperselisihkan statusnya sebagian ditajrīḥ dan
sebagaian yang lain dita‘dīl (seperti Abdullah bin Wahab dan Abdullah bin
Yusuf). Letak keḍa‘ifan perawi di sini pun disebutkan, apakah ia cacat dari
segi ‘adalahnya, menambahkan atau mengurangi periwayatan dsb.
Contoh
hadis dhaif Tahniah Ied
(اخبرنا)
أبو الحسن بن عبدان انبأ احمد بن عبيد ثنا اسحق بن ابراهيم بن سفيان ثنا أبو علي
احمد بن الفرج المقري ثنا محمد بن ابراهيم الشامي ثنا بقية بن
الوليد عن ثور بن يزيد عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ قَالَ لَقَيْتُ وَاثِلَةَ بْنَ
اْلاَسْقَعِ فِي يَوْمِ عِيْدٍ فَقُلْتُ تَقَبَّلَ الله ُ
مِنَّا وَمِنْكَ فَقَالَ نَعَمْ تَقَبَّلَ الله ُ مِنَّا وَمِنْكَ قَالَ وَاثِلَةَ
لَقَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَوْمَ عِيْدٍ فَقُلْتُ تَقَبّلَ الله
ُ مِنَّا وَمِنْكَ قَالَ نَعَمْ تَقَبَّلَ الله ُ مِنَّا وِمِنْكَ.
Telah
menghabarkan kepada kami Abul Hasan bin ‘Abdan, telah menghabarkan Ahmad bin
‘Ubaid, telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim bin Sufyan, telah
menceritakan kepada kamiAbu Ali ( Ahmad bin Al Faraji Al Muqri ), telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ibrahim Asy Syamie, telah menceritakan
kepada kami Baqiyyah bin Walid, dari Tsaur bin Yazid, dari Khalid bin Ma’dan,
ia berkata : aku bertemu Watsilah bin Al Asqa’ pada hari Ied, aku mengucapkan
Taqabbalallahu minna wa minka, lalu watsilah mengucapkan na’am taqabbalallahu
minna wa minka, Watsilah berkata : aku bertemu Rasulullah Saw pada hari Ied,
lalu aku mengucapkan Taqabbalallahu minna wa minka, lalu Rasulullah Saw
mengucapkan na’am taqabbalallahu minna wa minka
Kedudukan
hadits ini dhaif, karena melalui jalur periwayatan Muhammad bin Ibrahim Asy
Syami.
a.
Abu Ahmad bin
Adi berkata : Dia munkarul hadits dan seluruh hadits-haditsnya tidak
terpelihara ( tidak shahih ).
b.
Abul Hasan ad
Daraquthni berkata : Dia pendusta.
c.
Al Hafid Abu
Nu’aim Al Ash Bahani berkata : Muhammad bin Ibrahim Asy Syami dari Al Walid bin
Muslim, Syu’aib bin Ishaq, Baqiyyah dan dari Suwaid bin Abdil Azis;
hadits-haditsnya maudhu’ ( palsu ).
d.
Ibnu Hibban
berkata : dia membuat hadits-hadits palsu atas nama orang-orang Syam, riwayat
darinya tidak halal, kecuali sekedar penelitian.
e.
Ibnu hajar
berkata : dia Munkarul hadits.
(اخبرناه) أبو الحسين بن بشران ببغداد
انبأ أبو جعفر محمد بن عمرو الرزاز ثنا محمد بن الهيثم بن حماد ثنا نعيم بن
حماد ثنا عبد الخالق بن زيد بن واقد الدمشقي عن ابيه عن مكحول
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ رضي الله عنه قَالَ سَأَلْتُ رَسُوْلَ الله صلى
الله عليه وسلم عَنْ قَوْلِ النَّاسِ فِي اْلعِيْدَيْنِ تَقَبَّلَ الله ُ مِنَّا
وَمِنْكُمْ قَالَ ذلِكَ فِعْلُ اَهْلِ الْكِتَابَيْنِ وَكَرِهَهُ *
Telah
menghabarkan kepada kami Abul Husain bin Busyran di Bagdad, telah memberitakan
Abu Ja’far ( Muhammad bin Amr Ar Rujjaj ) telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Al Haitsam bin Hammad, telah menceritakan kepada kami Nu’aim bin
Hammad, telah menceritakan kepada kami Abdul Khaliq bin zaid bin Waqid Ad
Dimasyqa, dari bapaknya, dari Makhul, dari ‘Ubadah bin Shamit Ra ia berkata :
aku bertanya kepada Rasulullah Saw tentang ucapan orang-orang pada dua hari
raya; Taqabbalallahu minna wa minkum, beliau menjawab : Yang demikiaan itu adalah
amalan dua golongan ahli kitab ( Yahudi / Nashrani ) dan Rasulullah Saw
membenci amalan itu.
Hadits
ini dhaif, karena melalui tiga orang rawi :
a. Nu’aim bin
Hammad
a)
Ibnu Hibban
berkata : dia sering kali melakukan kesalahan dan keragu-raguan
b)
An Nasa’i
berkata : dia tidak dapat dipercaya
c)
Ibnu Hajar
berkata : dia shaduq, sering melakukan kesalahan (dalam meriwayatkan hadits)
b.
Abdul Khaliq
Imam Al Bukhari
berkata : dia munkarul hadits.
c.
Makhul
a)
Ad Dzahabi
berkata : dia suka mentadlis hadits ( menyamarkan )
b)
Abu Bakr Al
Bazzar berkata : Makhul, mereiwayatkan hadits dari para sahabat, dari Ubadah,
Umu Darda, Khudzifah, Abu Hurairah, Jabir Ra padahal dia tidak mendengar dari
mereka.
c)
Abu Mushir
berkata : menurut kami, hadits-haditsnya tidak shahih kecuali melalui Anas bin
Malik
BAB III
Penutup
Dari sedikit pemaparan di atas dapat
dilihat bahwa kitab al-Kāmil fī Ḍu‘afā’ al-Rijāl bisa dikatakan sebagai masterpiece
dalam referensi jarḥ wa al-ta‘dīl. Keunggulan kitab ini dapat dilihat
dari jumlah perawi-perawi yang disajikan –beserta riwayat mengenainya dan
hadis-hadis yang diriwayatkannya – maupun dari segi metode penilaiannya
terhadap perawi. Hampir tidak ditemukan kekurangan dari kitab ini. Namun karena
dalam tradisi akademik harus berusaha bersikap kritis terhadap objek kajian,
maka di sini penulis akan berusaha menilai kekurangan dari kitab ini. Penulis
melihat masih kurangnya data dalam biografi perawi, karena hanya terfokus pada
riwayat-riwayat yang berkaitan dengan perawi dan hadis-hadis yang
diriwayatkannya. Wallahu A‘lam bi al-Ṣawwab.
BACA JUGA : MOTi EXPONENT
Jasa Rental Perlengkapan Event Seminar, Workshop, Launching, Wisuda, Partisi Pameran
Jasa Rental Perlengkapan Event Seminar, Workshop, Launching, Wisuda, Partisi Pameran
Daftar pustaka
Ismail, M. Syuhudi. 1987. Ulumul Hadits. Bandung: Angkasa
Solahudin, Agus dan Suyadi Agus. 2009. Ulumul Hadis. Bandung:
Pustaka Setia.
0 comments:
Post a Comment