اَهْلاًوَسَهْلاً

Thursday, 9 January 2014

Tafsir Al-Baqarah Lima Ayat Pertama



BAB II
PEMBAHASAN
Tafsir Al-Baqarah Lima Ayat Pertama

A.    Tafsir ayat pertama Al-Baqarah
1. Alif laam miim
Kata setengah ulama, bahwa alif lam mim itu, Allah yang mengatahui maksudnya. Tetapi setengah mereka mengatakan, bahwa ia nama surat yakni surat ini ada dua namanya surat Al- Baqarah dan surat Alif lam mim.[1]
Baik penafsir lama, ataupun penafsir zaman-zaman akhir membicarakan tentang huruf-huruf mutasyabihat menurut cara mereka sendiri-sendiri, tetapi kalau disimpulkan terdapat dua golongan. Pertama ialah golongan yang memberi arti sendiri daripada huruf-huruf itu. Yang banyak memberikan arti ialah penafsir sahabat yang terkenal, Abdullah bin Abbas. Sebagai Alif-Lam-Mim ini satu tafsir dari ibnu Abbas menerangkan bahwa ketiga huruf itu adalah isyarat kepada tiga nama: Alif untuk nama Allah, Lam untuk malaikat dan Mim untuk Nabi Muhammad saw. Dan tafsir ibnu Abbas juga yang mengatakan arti Alif-Lam-Mim ialah Alif berarti Ana yaitu aku, Lam berarti Allah dan Ra berarti Ara menjadi (Anal-Lahu-Ara): Aku adalah Allah, Aku melihat. Demikianlah setiap huruf-huruf itu ada tafsirnya belaka menurut riwayat yang dibawakan orang daripada Ibnu Abbas.
Menurut riwayat dari al-Baihaqi dan ibnu Jarir yang diterima dari sahabat Abdullah bin Mas’ud, bahwa beliau inipun pernah manyatakan bahwa huruf-huruf Alif-Lam-Mim itu adalah diambil dari nama Allah, bahkan dikatakannya bahwa itu adalah dari Ismullahi al-a’zam, nama Tuhan Yang Maha Agung. Rabi’ bin Anas (sahabat Rasulullah) mengatakan bahwa Alif-Lam-Mim itu adalah tiga kunci: Alif kunci dari namaNya Allah, Lam kunciNya dari nama Lathif, Mim kunci dari namaNya Majid. Lantaran itu maka tafsir semacam inipun pernah dipakai oleh tabi’in, yaitu Ikrimah, as-Syabi, as-Suddi, Qatadah, Mujahid dan al-Hasan al-Bisri.
Tapi pendapat yang kedua berkata bahwa huruf-huruf itu di pangkal surat itu adalah rahasia Allah, termasuk ayat mutasyabih yang kita baca dan kita percayai, tetapi Tuhan yang lebih tahu artinya. Dan kita baca tiap-tiap huruf itu menurut bunyi ucapannya dalam lidah orang Arab serta dipanjangkan.
Riwayat kata ini diterima dari sayidina abu Bakar as-Shidiq sendiri, demikian juga Ali bin Abu Talib. Dan menurut riwayat dari Abu Laits as-Samarqandi, bahwa menurut Umar bin Khatab dan Usman bin Affan dan Abdullah bin Mas’ud semuanya berkata: Huruf potongan itu tertutup buat ditafsirkan” dan Abu Hatim berkata: “ dalam al-Qur’an kita tidak mendapat huruf-huruf, melainkan dipangkal beberapa surat, dan tidaklah kita tahu apa yang dikehendaki Allah dengan dia.”
Sungguhpun demikian, masih juga adaahli-ahli tafsir yang tertarik membuat pengertian sendiri tentang rahasia huruf-furuf itu. Abdullah bin Mas’ud, dari kalangan sahabat Rasulullah saw di satu riwayat, berpendapat bahwa beliau sefaham dengan Umar bin Khatab dan Usman bin Affan tadi, yaitu menyatakan tidak perlu huruf-huruf itu diartikan. Tetapi di riwayat yang lain, pernah beliau menyatkan bahwa ALIF-LAM-MIM adalah mengandung ismullahial-a’zam (Nama Allah Yang Agung). As-Sya’bi, Tabiin yang terkenal, di satu riwayat tersebut bahwa beliau berkata huruf-huruf itu adalah rahasia Allah belaka. Tetapi di lain riwayat terdapat bahwa beliau memberi arti Alif-Lam-Mim itu dengan Allahu, Lathifun, Majidun (Allah Maha Halus, Maha Utama)
Adapula segolongan ahli tafsir menyatakan bahwasannya huruf-huruf diawal surat itu adalah pemberitahuan, atau sebagai panggilan untuk menarik perhatian tentang ayat-ayat yang akan turun mengiringinnya.
Riwayat yang terbanyak memberinya arti ialah daripada Inu Abbas. Adapun perkataan yang shahih daripada Nabi saw sendiri tentang arti huruf-huruf itu tidaklah ada. Jika ada tentu orang sebagai Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali tidak akan mengeluarkan pendapat bahwa huruf-huruf itu tidak dapat diartikan, sebagai kita sebutkan di atas.
Nyatalah bahwa huruf-huruf itu bukan kalimat bahasa yang bisa diartikan.kalau dalam suatu kalimat yang mengandung arti, niscahya tidak akan ragu-ragu lagi bagi seluruh bangsa Arab akan artinya. Oleh sebab itu maka baiklah kita terima saja huruf-huruf itu menurut keadaannya. Dan jika kita salinkan arti-artiatau tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas atau yang lain-lain, hanyalah semata-mata menyalin riwayat saja, dan kalau kita campur tangan tidaklah mengapa.sebab akan mendalami isi al-Qur’an tidaklah bergantung daripada mencari-cari arti dari huruf-huruf itu.[2]
B.     Tafsir ayat kedua Al-Baqarah
   
2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
Inilah dia kitab Allah itu, inilah dia Al-Qur’an yang meskipun seketika ayat ini diturunkan belum merupakan sebuah naskah atau mushaf berupa buku, namun setiap ayat dan surat yang turun sudah mulai beredar dan sudah mulai dihafal oleh sahabat-sahabat Rasulullah. Tidak perlu diragukan lagi karena tidak ada yang patut diragukan. Dia benar-benar wahyu dari Tuhan dibawa oleh Jibril, bukan dikarang-karangkan saja oleh Rasul yang tidak pandai menulis dan membaca itu. Dia menjadi petunjuk untuk orang yang ingin bertaqwa atau muttaqin.
Kalimat taqwa dari rumpun kata wiqayah artinya memelihara. Memelihara hubungan baik dengan Tuhan. Memelihara diri jangan sampai terperosok kepada suatu perbuatan yang tidak diridhai oleh Tuhan. Memelihara segala perintahNya supaya dapat dijalankan. Memelihara kaki jangan terperosok ke tempat yang lumpur atau duri.
Ketika pada akhir Desember 1962 pengarang Tafsir Al-Azhar mengadakan Konferensi kebudayaan Islam di Jakarta, dengan beberapa teman telah kami bicarakan pokok isi dari kebudayaan Islam. Akhirnya mengambil kesimpulan, bahwa kebudayaan Islam ialah kebudayaan taqwa. Dan sepakat mengambil kalimat taqwa itu, karena tidak ada kata lain yang pantas menjadi artinya. Jangan selalu diartikan takut, sebagai yang diartikan oleh orang-orang terdahulu. Sebab takut hanyalah sebagian kecil dari taqwa. Dalam taqwa terkandung cinta, kasih, harap, cemas, tawakkal, ridha, sabar danlain-lain sebagainya. Taqwa adalah pelaksanaan dari iman dan amal shalih. Meskipun di satu-satu waktu ada juga diartikan takut, tetapi trjadi yang demikian ialah pada susunan ayat yang cenderung pada arti yang terbatas itu saja. Padahal arti taqwa lebih mengumpul akan banyak hal. Bahkan dalam taqwa terdapat juga berani. Memelihara dengan Tuhan, bukan saja karena takut, tetai lebih lagi karena ada kesadaran diri sebagai hamba.[3]

C.  Tafsir ayat ketiga Al-Baqarah
  
3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.
Dalam ayat ini menjelaskan tentang orang-orang yang beriman, diantaranya sebagai berikut:
Iman kepada yang ghaib. Pada abad ke 20 ini sudah banyak profesor-profesor di Eropa dan Amerika yang telah percaya kepada yang ghaib, yaitu tatkala mereka menyelidiki ilmu spiritualisme dan hipnotisme. Dengan percobaan mereka telah banyak orang-orang terpelajar di Eropa yang percayaakan adanya roh manusia, sebagai pokok bagi mereka untuk percaya kepada Allah, malaikat ,dan lain sebagainya.[4]
Ghaib adalah sesuatu yang tidak bisa diterima oleh panca indera baik itu mata maupun telinga, hanya saja hal yang ghaib bisa diterima oleh akal pikiran kita. Oleh karena itu yang Pertama kali yang harus kita percayai adalah adanya Allah sebagai Zat pencipta seluruh alam. Begitu pula dengan hari akhir, yang pada suatu saat nanti kita akan dibangkitkan kembali pada yaumul hisab. Kriteria manusia terhadap iman ada dua tipe, yang  Pertama adalah mereka yang mempercayai sesuatu hal yang Nampak, tetapi mereka pula mempercayai bahwa dibalik sesuatu yang nyata itu pasti ada hal yang ghaib, zat (Allah) yang menciptakan hal yang nampak itu menjadi gerak seperti manusia, hewan dan lain-lainnya. Begitu pula dengan mempercayai adanya Rasul, kita yang hidup lebih dari dua puluh abad setelah wafatnya Rasul pun sama yakni mempercayai hal yang ghaib karena kita tidak merasakan hidup sezaman dengan beliau. Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, ad-Darimi, al-Baqawardi, dan Ibnu Qani di dalam Majma’ush-shahabah, dan diriwayatkan pula oleh Imam Bukhori di dalam tarikhnya, dan at-Thabrani dan al-Hakim, mereka meriwayatkan daripada



Abi jum’ah al-Anshari :
قَالَ : قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ هَلْ مِنْ قَوْمِ اَعْظَمَ اَجْرَا مِنَّا اَمَنَّابِكَ وَاتَبَعْنَاكَ؟ قَالَ : مَا يَمْنَعُكُمْ مِنْ ذَ لِكَ وَرَسُوْلَ اللهِ بَيْنَ اَظْهُرِكُمْ يَأتِيْكُمْ بِالْوَحْيِ مِنَ السَّمَاءِ. بَلْ قَوْمٌ يَأتُوْنَ مِنْ بَعْدِكُمْ يَأتِيْهِمْ كِتَابُ اللهِ بَيْنَ لَوْحَيْنِ فَيُؤْمِنُوْنَ بي ويعلمون بما فيه اولئك اعظم منكم اجرا (رواه احمد والدارمي والباقوردي وابن قانع في جمع الصحابة والبخاري في تاريخه والطبراني والحاكم عن ابي جمعةالانصاري )
“berkata dia (abu Jum’ah al-Anshari) : aku bertanya : Ya Rasulullah! Adakah suatu kaum yang lebih besar pahalanya daripada kami, padahal kami beriman kepada engkau dan kami mengikuti akan engkau? Berkatalah Beliau : “Apalah halangannya bagi kamu (untuk beriman kepadaku), sedang Rasulullah ada dihadapan kamu, dan datang kepada kamu wahyu (langsung) dari langit. Tetapi akan ada lagi suatu kaum yang akan datang sesudah kamu, datang kepada mereka kitab Allah yang ditulis di antara dua Luh, maka merekapun beriman kepadaku dan mereka amalkan apa yang tersebut di dalamnya. Mereka itulah lebih besar pahalanya daripada kamu.”
       Dan mengeluarkan pula at-Thayalisi, imam Ahmad, dan Bukhari di dalam Tarikhnya. At-Thabrani dan al-Hakim, mereka riwayatkan daripada Abu Umamah al-Baihili. (hadis bahasa arab)
قل رسول الله صلى الله عليه وسلم: طوبى لمن راني وامن بي وطوبى لمن امن بي ولم يرني سبع مرات
Artinya : “Berkata Abu Umamah, Rasulullah SAW bersabda : “Bahagialah bagi orang yang melihat aku dan beriman kepadaku, dan bahagia pulalah bagi siapa yang beriman kepadaku, padahal dia tidak melihat aku. (tujuh kali).”
       Saat ini kita memang tidak pernah melihat Rasulullah sehingga hal seperti ini pun bagi kita sesuatu hal yang ghaib. Kita hanya tahu sosok beliau dari sejarah yang pernah kita dengar dan baca begitupula dengan tempat-tempat yang pernah beliau tapaki jejak hidupnya. Mungkin bagi orang-orang yang beriman mereka akan menambahkan keimanan mereka meski tak pernah bertemu beliau bahkan mereka seakan-akan merasakan kehadiran Rasul di sekelilingnya apalagi jika orang tersebut pernah melihat Rasul meski hanya dalam mimpi, bahkan bisa saja dia menitikan air mata ketika bertemu dengan beliau.
       Yang pada intinya adalah jika mulut telah yakin mengatakan beriman kepada Allah, malaikat, Rasul, kitab-kitabNya, dan hari akhir maka ketika azan tiba dia akan segera untuk melaksanakan sembahyang. Karena pengakuan antara hati dan ucapan akan dilaksanakan dengan perbuatan. Seandainya jika azan tiba namun hati kita masih belum bergetar untuk segera melaksanakan salat maka iman itu belum kita dapatkan secara utuh. Kita pun akan menemukan dalam surat Al-Baqarah ayat 45 yang menerangkan bahwa kita harus meminta kepada Allah dengan sabar dan melakukan salat (Sembahyang), tetapi sebagaimana kita tahu bahwa saat kita melaksanakan salat kita merasakan berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. Bahkan dalam surat Thaha ayat 132 menerangkan bahwa kita harus mendidik anak anak serta istri untuk sembahyang serta memperkuat kesabaran disaat mengerjakannya, karena cobaan dalam mengerjakan salat itu sangatlah berat.[5]
D.    Tafsir ayat keempat Al-Baqarah
 tûïÏ%©!$#ur tbqãZÏB÷sム!$oÿÏ3 tAÌRé& y7øs9Î) !$tBur tAÌRé& `ÏB y7Î=ö7s% ÍotÅzFy$$Î/ur ö/ãf tbqãZÏ%qムÇÍÈ
4. dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelum Muhammad s.a.w. ialah Kitab-Kitab yang diturunkan sebelum Al Quran seperti: Taurat, Zabur, Injil dan Shuhuf-Shuhuf yang tersebut dalam Al Quran yang diturunkan kepada Para rasul. Allah menurunkan kitab kepada Rasul ialah dengan memberikan wahyu kepada Jibril a.s., lalu Jibril menyampaikannya kepada rasul.[6]
Iman kita akan lebih sempurna disaat kita pun mempercayai apa yang telah diturunkan Allah kepada Rasulullah SAW sebagai iman dan ikutan. Percaya kepada Allah dengan sendirinya pasti akan menimbulkan percaya kepada aturan-aturan yang telah diturunkan kepada Rasulullah, oleh karena itu percaya kepada nabi Muhammad dan percaya kepada wahyu yang diturunkan oleh Allah kepadanya, begitupula dengan sunnah-sunnah yang beliau ajarkan kepada para sahabatnya yang kini sampai kepada kita baik itu berupa ucapan, perbuatan, dan begitupula sifat-sifatnya. Sehingga iman yang ada dalam diri kita akan terpimpin oleh kita dengan baik dan benar.
“Dan apa yang diturunkan sebelum engkau.” Yakni kita juga harus mempercayai bahwa sebelum Nabi Muhammad SAW pun tidak membedakan pandangan kita terhadap Nabi-Nabi sebelum Rasul. Begitu pula pandangan seorang mukmin terhadap orang lain, orang beriman percaya bahwa semua manusia di muka bumi ini adalah ummat yang satu, bahkan akan menganggap seseorang adalah saudaranya. Sebagai kunci terakhir Tuhan berfirman: “Dan kepada akhirat mereka yakin.”(akhir ayat 4).
            Orang beriman akan meyakini bahwa hidup di dunia ini tidak akan kekal sehingga meyakini adanya hari akhir sebagai hari tempat labuhan terakhir. Inilah titik penyempurna iman kita dimana kita tidak hanya meyakini Allah sebagai Tuhan, malaikat, rasul-rasul, serta kitab-kitabnya tetapi akan percaya pula kepada hari akhir.[7]

E.     Tafsir ayat kelima Al-Baqarah
 
5. mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.
Berjalan menempuh hidup, di atas jalan shiratal mustaqim, serta dibimbing selalu oleh Allah, karena dia sendiri memohon kepadaNya. Mereka pula mendapatkan petunjuk dari Tuhannya sehingga selalu dibimbing oleh Allah agar kelak mendapatkan kemenangan sehingga iman yang dia miliki tidak pernah padam.
       Kita mendapatkan dalam ayat 1-5 bahwa ayat tersebut mengajarkan kita bagaimana menjadi orang yang beriman dimata Allah SWT serta memohon apa yang ada pada surat Al-Fatihah agar diberikan petunjuk untuk menuju jalan yang lurus. Maka kita harus memegang ayat ini agar kita menjadi orang yang diberikan kemenangan oleh Allah.[8]









BAB III
Kesimpulan
Kata setengah ulama, bahwa alif lam mim itu, Allah yang mengatahui maksudnya. Tetapi setengah mereka mengatakan, bahwa ia nama surat yakni surat ini ada dua namanya surat Al- Baqarah dan surat Alif lam mim. Huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat Al Quran seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan sebagainya. diantara Ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena dipandang Termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya. golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian Para Pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan hanya buatan Muhammad s.a.w. semata-mata, Maka cobalah mereka buat semacam Al Quran itu.
Al-Qur’an yang meskipun seketika ayat ini diturunkan belum merupakan sebuah naskah atau mushaf berupa buku, namun setiap ayat dan surat yang turun sudah mulai beredar dan sudah mulai dihafal oleh sahabat-sahabat Rasulullah. Tidak perlu diragukan lagi karena tidak ada yang patut diragukan. Dia benar-benar wahyu dari Tuhan, dibawa oleh Jibril, bukn dikarang-karangkan saja oleh Rasul yang tidak pandai menulis dan membaca itu. Dia menjadi petunjuk untuk orang yang ingin bertaqwa atau muttaqin.
Kalimat taqwa dari rumpun kata wiqayah artinya memelihara. Memelihara hubungan baik dengan Tuhan. Memelihara diri jangan sampai terperosok kepada suatu perbuatan yang tidak diridhai oleh Tuhan. Memelihara segala perintahNya supaya dapat dijalankan. Memelihara kaki jangan terperosok ke tempat yang lumpur atau duri.
Ghaib adalah sesuatu yang tidak bisa diterima oleh pancaindera baik itu mata maupun telinga, hanya saja hal yang ghaib bisa diterima oleh akal pikiran kita. Oleh karena itu yang Pertama kali yang harus kita percayai adalah adanya Allah sebagai Zat pencipta seluruh alam. Begitu pula dengan hari akhir, yang pada suatu saat nanti kita akan dibangkitkan kembali pada yaumul hisab.kriteria manusia terhadap iman ada dua tipe, yang  Pertama adalah mereka yang mempercayai sesuatu hal yang Nampak, tetapi mereka pula mempercayai bahwa dibalik sesuatu yang nyata itu pasti ada hal yang ghaib, zat (Allah) yang menciptakan hal yang nampak itu menjadi gerak seperti manusia, hewan dan lain-lainnya. Begitu pula dengan mempercayai adanya Rasul, kita yang hidup lebih dari dua puluh abad setelah wafatnya Rasul pun sama yakni mempercayai hal yang ghaib karena kita tidak merasakan hidup sezaman dengan beliau.
     Orang beriman akan meyakini bahwa hidup di dunia ini tidak akan kekal sehingga meyakini adanya hari akhir sebagai hari tempat labuhan terakhir. Inilah titik penyempurna iman kita dimana kita tidak hanya meyakini Allah sebagai Tuhan, malaikat, rasul-rasul, serta kitab-kitabnya tetapi akan percaya pula kepada hari akhir.
Berjalan menempuh hidup, di atas jalan shiratal mustaqim, serta dibimbing selalu oleh Allah, karena dia sendiri memohon kepadaNya. Mereka pula mendapatkan petunjuk dari Tuhannya sehingga selalu dibimbing oleh Allah agar kelak mendapatkan kemenangan sehingga iman yang dia miliki tidak pernah padam.
     Kita mendapatkan dalam ayat 1-5 bahwa ayat tersebut mengajarkan kita bagaimana menjadi orang yang beriman dimata Allah SWT serta memohon apa yang ada pada surat Al-Fatihah agar diberikan petunjuk untuk menuju jalan yang lurus. Maka kita harus memegang ayat ini agar kita menjadi orang yang diberikan kemenangan oleh Allah.





BACA JUGA : MOTi EXPONENT
Jasa Rental Perlengkapan Event Seminar, Workshop, Launching, Wisuda, Partisi Pameran




Daftar Pustaka
Surin, Bachtiar. 2004. Az-Zikra Terjemah dan Tafsir Al-Qur’an.Bandung: Angkasa.
Yunus, Mahmud. 2004. Tafsir Quran Karim. Jakarta: Hidakarya Agung.
Hamka. 2003. Tafsir Al-Azhar. Singapura: Pustaka Nasional Kerjaya Printing Industrie


[1] Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim, (Jakarta: Hidakarya Agung, 2004), Cetakan ke 73, hal. 3.

[2] Hamka,Tafsir Al-Azhar,( Singapura: Pustaka Nasional Kerjaya Printing Industries2003), hal. 113-114.
[3] Ibid, hal. 114-115.
[4] Mahmud Yunus, op.cit, hal. 3.

[5] Al-Azhar, op.cit, 116-119.
[6] Bachtiar Surin, Az-Zikra Terjemah dan Tafsir Al-Qur’an, (Bandung: Angkasa, 2004), cetakan ke 10, hal. 15.

[7] Al-Azhar, op.cit, hal. 120.
[8] Ibid, hal. 121.

0 comments: