BAB
II
PEMBAHASAN
Tafsir
Al-Baqarah Lima Ayat Pertama
A.
Tafsir ayat pertama Al-Baqarah
1. Alif laam
miim
Kata setengah
ulama, bahwa alif lam mim itu, Allah yang mengatahui maksudnya. Tetapi setengah
mereka mengatakan, bahwa ia nama surat yakni surat ini ada dua namanya surat
Al- Baqarah dan surat Alif lam mim.[1]
Baik penafsir
lama, ataupun penafsir zaman-zaman akhir membicarakan tentang huruf-huruf
mutasyabihat menurut cara mereka sendiri-sendiri, tetapi kalau disimpulkan
terdapat dua golongan. Pertama ialah golongan yang memberi arti sendiri
daripada huruf-huruf itu. Yang banyak memberikan arti ialah penafsir sahabat
yang terkenal, Abdullah bin Abbas. Sebagai Alif-Lam-Mim ini satu tafsir dari
ibnu Abbas menerangkan bahwa ketiga huruf itu adalah isyarat kepada tiga nama:
Alif untuk nama Allah, Lam untuk malaikat dan Mim untuk Nabi Muhammad saw. Dan
tafsir ibnu Abbas juga yang mengatakan arti Alif-Lam-Mim ialah Alif berarti Ana
yaitu aku, Lam berarti Allah dan Ra berarti Ara menjadi (Anal-Lahu-Ara): Aku
adalah Allah, Aku melihat. Demikianlah setiap huruf-huruf itu ada tafsirnya
belaka menurut riwayat yang dibawakan orang daripada Ibnu Abbas.
Menurut riwayat
dari al-Baihaqi dan ibnu Jarir yang diterima dari sahabat Abdullah bin Mas’ud,
bahwa beliau inipun pernah manyatakan bahwa huruf-huruf Alif-Lam-Mim itu adalah
diambil dari nama Allah, bahkan dikatakannya bahwa itu adalah dari Ismullahi
al-a’zam, nama Tuhan Yang Maha Agung. Rabi’ bin Anas (sahabat Rasulullah)
mengatakan bahwa Alif-Lam-Mim itu adalah tiga kunci: Alif kunci dari namaNya
Allah, Lam kunciNya dari nama Lathif, Mim kunci dari namaNya Majid. Lantaran
itu maka tafsir semacam inipun pernah dipakai oleh tabi’in, yaitu Ikrimah,
as-Syabi, as-Suddi, Qatadah, Mujahid dan al-Hasan al-Bisri.
Tapi pendapat
yang kedua berkata bahwa huruf-huruf itu di pangkal surat itu adalah rahasia
Allah, termasuk ayat mutasyabih yang kita baca dan kita percayai, tetapi Tuhan
yang lebih tahu artinya. Dan kita baca tiap-tiap huruf itu menurut bunyi
ucapannya dalam lidah orang Arab serta dipanjangkan.
Riwayat kata
ini diterima dari sayidina abu Bakar as-Shidiq sendiri, demikian juga Ali bin
Abu Talib. Dan menurut riwayat dari Abu Laits as-Samarqandi, bahwa menurut Umar
bin Khatab dan Usman bin Affan dan Abdullah bin Mas’ud semuanya berkata: Huruf
potongan itu tertutup buat ditafsirkan” dan Abu Hatim berkata: “ dalam
al-Qur’an kita tidak mendapat huruf-huruf, melainkan dipangkal beberapa surat, dan
tidaklah kita tahu apa yang dikehendaki Allah dengan dia.”
Sungguhpun
demikian, masih juga adaahli-ahli tafsir yang tertarik membuat pengertian
sendiri tentang rahasia huruf-furuf itu. Abdullah bin Mas’ud, dari kalangan
sahabat Rasulullah saw di satu riwayat, berpendapat bahwa beliau sefaham dengan
Umar bin Khatab dan Usman bin Affan tadi, yaitu menyatakan tidak perlu
huruf-huruf itu diartikan. Tetapi di riwayat yang lain, pernah beliau menyatkan
bahwa ALIF-LAM-MIM adalah mengandung ismullahial-a’zam (Nama Allah Yang
Agung). As-Sya’bi, Tabiin yang terkenal, di satu riwayat tersebut bahwa beliau
berkata huruf-huruf itu adalah rahasia Allah belaka. Tetapi di lain riwayat
terdapat bahwa beliau memberi arti Alif-Lam-Mim itu dengan Allahu, Lathifun,
Majidun (Allah Maha Halus, Maha Utama)
Adapula
segolongan ahli tafsir menyatakan bahwasannya huruf-huruf diawal surat itu
adalah pemberitahuan, atau sebagai panggilan untuk menarik perhatian tentang
ayat-ayat yang akan turun mengiringinnya.
Riwayat yang
terbanyak memberinya arti ialah daripada Inu Abbas. Adapun perkataan yang
shahih daripada Nabi saw sendiri tentang arti huruf-huruf itu tidaklah ada.
Jika ada tentu orang sebagai Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali tidak akan
mengeluarkan pendapat bahwa huruf-huruf itu tidak dapat diartikan, sebagai kita
sebutkan di atas.
Nyatalah bahwa
huruf-huruf itu bukan kalimat bahasa yang bisa diartikan.kalau dalam suatu
kalimat yang mengandung arti, niscahya tidak akan ragu-ragu lagi bagi seluruh
bangsa Arab akan artinya. Oleh sebab itu maka baiklah kita terima saja
huruf-huruf itu menurut keadaannya. Dan jika kita salinkan arti-artiatau tafsir
yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas atau yang lain-lain, hanyalah semata-mata
menyalin riwayat saja, dan kalau kita campur tangan tidaklah mengapa.sebab akan
mendalami isi al-Qur’an tidaklah bergantung daripada mencari-cari arti dari
huruf-huruf itu.[2]
B.
Tafsir ayat kedua Al-Baqarah
2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk
bagi mereka yang bertaqwa.
Inilah dia kitab Allah itu, inilah dia Al-Qur’an yang meskipun
seketika ayat ini diturunkan belum merupakan sebuah naskah atau mushaf berupa
buku, namun setiap ayat dan surat yang turun sudah mulai beredar dan sudah mulai
dihafal oleh sahabat-sahabat Rasulullah. Tidak perlu diragukan lagi karena
tidak ada yang patut diragukan. Dia benar-benar wahyu dari Tuhan dibawa oleh
Jibril, bukan dikarang-karangkan saja oleh Rasul yang tidak pandai menulis dan
membaca itu. Dia menjadi petunjuk untuk orang yang ingin bertaqwa atau
muttaqin.
Kalimat taqwa
dari rumpun kata wiqayah artinya memelihara. Memelihara hubungan
baik dengan Tuhan. Memelihara diri jangan sampai terperosok kepada suatu
perbuatan yang tidak diridhai oleh Tuhan. Memelihara segala perintahNya supaya
dapat dijalankan. Memelihara kaki jangan terperosok ke tempat yang lumpur atau
duri.
Ketika pada
akhir Desember 1962 pengarang Tafsir Al-Azhar mengadakan Konferensi kebudayaan
Islam di Jakarta, dengan beberapa teman telah kami bicarakan pokok isi dari
kebudayaan Islam. Akhirnya mengambil kesimpulan, bahwa kebudayaan Islam ialah
kebudayaan taqwa. Dan sepakat mengambil kalimat taqwa itu, karena tidak ada
kata lain yang pantas menjadi artinya. Jangan selalu diartikan takut, sebagai
yang diartikan oleh orang-orang terdahulu. Sebab takut hanyalah sebagian kecil
dari taqwa. Dalam taqwa terkandung cinta, kasih, harap, cemas, tawakkal, ridha,
sabar danlain-lain sebagainya. Taqwa adalah pelaksanaan dari iman dan amal
shalih. Meskipun di satu-satu waktu ada juga diartikan takut, tetapi trjadi
yang demikian ialah pada susunan ayat yang cenderung pada arti yang terbatas
itu saja. Padahal arti taqwa lebih mengumpul akan banyak hal. Bahkan dalam
taqwa terdapat juga berani. Memelihara dengan Tuhan, bukan saja karena takut,
tetai lebih lagi karena ada kesadaran diri sebagai hamba.[3]
C. Tafsir ayat ketiga
Al-Baqarah
3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan
shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.
Dalam ayat ini
menjelaskan tentang orang-orang yang beriman, diantaranya sebagai berikut:
Iman kepada yang ghaib. Pada abad ke 20 ini sudah banyak profesor-profesor di Eropa
dan Amerika yang telah percaya kepada yang ghaib, yaitu tatkala mereka
menyelidiki ilmu spiritualisme dan hipnotisme. Dengan percobaan mereka telah
banyak orang-orang terpelajar di Eropa yang percayaakan adanya roh manusia,
sebagai pokok bagi mereka untuk percaya kepada Allah, malaikat ,dan lain
sebagainya.[4]
Ghaib adalah sesuatu yang tidak bisa diterima oleh panca indera
baik itu mata maupun telinga, hanya saja hal yang ghaib bisa diterima oleh akal
pikiran kita. Oleh karena itu yang Pertama kali yang harus kita percayai adalah
adanya Allah sebagai Zat pencipta seluruh alam. Begitu pula dengan hari akhir,
yang pada suatu saat nanti kita akan dibangkitkan kembali pada yaumul hisab.
Kriteria manusia terhadap iman ada dua tipe, yang Pertama adalah mereka yang mempercayai
sesuatu hal yang Nampak, tetapi mereka pula mempercayai bahwa dibalik sesuatu
yang nyata itu pasti ada hal yang ghaib, zat (Allah) yang menciptakan hal yang
nampak itu menjadi gerak seperti manusia, hewan dan lain-lainnya. Begitu pula
dengan mempercayai adanya Rasul, kita yang hidup lebih dari dua puluh abad
setelah wafatnya Rasul pun sama yakni mempercayai hal yang ghaib karena kita
tidak merasakan hidup sezaman dengan beliau. Di dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, ad-Darimi, al-Baqawardi, dan Ibnu Qani di dalam Majma’ush-shahabah,
dan diriwayatkan pula oleh Imam Bukhori di dalam tarikhnya, dan at-Thabrani dan
al-Hakim, mereka meriwayatkan daripada
Abi jum’ah al-Anshari :
قَالَ
: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ هَلْ مِنْ قَوْمِ اَعْظَمَ اَجْرَا مِنَّا اَمَنَّابِكَ
وَاتَبَعْنَاكَ؟ قَالَ : مَا يَمْنَعُكُمْ مِنْ ذَ لِكَ وَرَسُوْلَ اللهِ بَيْنَ اَظْهُرِكُمْ
يَأتِيْكُمْ بِالْوَحْيِ مِنَ السَّمَاءِ. بَلْ قَوْمٌ يَأتُوْنَ مِنْ بَعْدِكُمْ
يَأتِيْهِمْ كِتَابُ اللهِ بَيْنَ لَوْحَيْنِ فَيُؤْمِنُوْنَ بي ويعلمون بما فيه
اولئك اعظم منكم اجرا (رواه احمد والدارمي والباقوردي وابن قانع في جمع الصحابة
والبخاري في تاريخه والطبراني والحاكم عن ابي جمعةالانصاري )
“berkata
dia (abu Jum’ah al-Anshari) : aku bertanya : Ya Rasulullah! Adakah suatu kaum
yang lebih besar pahalanya daripada kami, padahal kami beriman kepada engkau
dan kami mengikuti akan engkau? Berkatalah Beliau : “Apalah halangannya bagi
kamu (untuk beriman kepadaku), sedang Rasulullah ada dihadapan kamu, dan datang
kepada kamu wahyu (langsung) dari langit. Tetapi akan ada lagi suatu kaum yang
akan datang sesudah kamu, datang kepada mereka kitab Allah yang ditulis di
antara dua Luh, maka merekapun beriman kepadaku dan mereka amalkan apa yang
tersebut di dalamnya. Mereka itulah lebih besar pahalanya daripada kamu.”
Dan mengeluarkan pula
at-Thayalisi, imam Ahmad, dan Bukhari di dalam Tarikhnya. At-Thabrani dan
al-Hakim, mereka riwayatkan daripada Abu Umamah al-Baihili. (hadis bahasa arab)
قل
رسول الله صلى الله عليه وسلم: طوبى لمن راني وامن بي وطوبى لمن امن بي ولم يرني
سبع مرات
Artinya : “Berkata Abu Umamah, Rasulullah SAW bersabda :
“Bahagialah bagi orang yang melihat aku dan beriman kepadaku, dan bahagia
pulalah bagi siapa yang beriman kepadaku, padahal dia tidak melihat aku. (tujuh
kali).”
Saat ini kita memang
tidak pernah melihat Rasulullah sehingga hal seperti ini pun bagi kita sesuatu
hal yang ghaib. Kita hanya tahu sosok beliau dari sejarah yang pernah kita
dengar dan baca begitupula dengan tempat-tempat yang pernah beliau tapaki jejak
hidupnya. Mungkin bagi orang-orang yang beriman mereka akan menambahkan
keimanan mereka meski tak pernah bertemu beliau bahkan mereka seakan-akan
merasakan kehadiran Rasul di sekelilingnya apalagi jika orang tersebut pernah
melihat Rasul meski hanya dalam mimpi, bahkan bisa saja dia menitikan air mata
ketika bertemu dengan beliau.
Yang pada intinya
adalah jika mulut telah yakin mengatakan beriman kepada Allah, malaikat, Rasul,
kitab-kitabNya, dan hari akhir maka ketika azan tiba dia akan segera untuk
melaksanakan sembahyang. Karena pengakuan antara hati dan ucapan akan
dilaksanakan dengan perbuatan. Seandainya jika azan tiba namun hati kita masih
belum bergetar untuk segera melaksanakan salat maka iman itu belum kita
dapatkan secara utuh. Kita pun akan menemukan dalam surat Al-Baqarah ayat 45
yang menerangkan bahwa kita harus meminta kepada Allah dengan sabar dan
melakukan salat (Sembahyang), tetapi sebagaimana kita tahu bahwa saat kita
melaksanakan salat kita merasakan berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.
Bahkan dalam surat Thaha ayat 132 menerangkan bahwa kita harus mendidik anak
anak serta istri untuk sembahyang serta memperkuat kesabaran disaat
mengerjakannya, karena cobaan dalam mengerjakan salat itu sangatlah berat.[5]
D.
Tafsir ayat keempat Al-Baqarah
tûïÏ%©!$#ur
tbqãZÏB÷sã !$oÿÏ3 tAÌRé&
y7øs9Î)
!$tBur
tAÌRé& `ÏB
y7Î=ö7s%
ÍotÅzFy$$Î/ur
ö/ãf
tbqãZÏ%qã
ÇÍÈ
4. dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah
diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta
mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
Kitab-Kitab
yang telah diturunkan sebelum Muhammad s.a.w. ialah Kitab-Kitab yang diturunkan
sebelum Al Quran seperti: Taurat, Zabur, Injil dan Shuhuf-Shuhuf yang tersebut
dalam Al Quran yang diturunkan kepada Para rasul. Allah menurunkan kitab kepada
Rasul ialah dengan memberikan wahyu kepada Jibril a.s., lalu Jibril
menyampaikannya kepada rasul.[6]
Iman kita akan
lebih sempurna disaat kita pun mempercayai apa yang telah diturunkan Allah
kepada Rasulullah SAW sebagai iman dan ikutan. Percaya kepada Allah dengan
sendirinya pasti akan menimbulkan percaya kepada aturan-aturan yang telah diturunkan
kepada Rasulullah, oleh karena itu percaya kepada nabi Muhammad dan percaya
kepada wahyu yang diturunkan oleh Allah kepadanya, begitupula dengan
sunnah-sunnah yang beliau ajarkan kepada para sahabatnya yang kini sampai
kepada kita baik itu berupa ucapan, perbuatan, dan begitupula sifat-sifatnya.
Sehingga iman yang ada dalam diri kita akan terpimpin oleh kita dengan baik dan
benar.
“Dan apa yang
diturunkan sebelum engkau.” Yakni kita juga harus mempercayai bahwa sebelum
Nabi Muhammad SAW pun tidak membedakan pandangan kita terhadap Nabi-Nabi
sebelum Rasul. Begitu pula pandangan seorang mukmin terhadap orang lain, orang
beriman percaya bahwa semua manusia di muka bumi ini adalah ummat yang satu,
bahkan akan menganggap seseorang adalah saudaranya. Sebagai kunci terakhir
Tuhan berfirman: “Dan kepada akhirat mereka yakin.”(akhir ayat 4).
Orang beriman akan meyakini bahwa
hidup di dunia ini tidak akan kekal sehingga meyakini adanya hari akhir sebagai
hari tempat labuhan terakhir. Inilah titik penyempurna iman kita dimana kita
tidak hanya meyakini Allah sebagai Tuhan, malaikat, rasul-rasul, serta
kitab-kitabnya tetapi akan percaya pula kepada hari akhir.[7]
E.
Tafsir ayat kelima Al-Baqarah
5. mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk
dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.
Berjalan
menempuh hidup, di atas jalan shiratal mustaqim, serta dibimbing selalu oleh
Allah, karena dia sendiri memohon kepadaNya. Mereka pula mendapatkan petunjuk
dari Tuhannya sehingga selalu dibimbing oleh Allah agar kelak mendapatkan
kemenangan sehingga iman yang dia miliki tidak pernah padam.
Kita mendapatkan dalam
ayat 1-5 bahwa ayat tersebut mengajarkan kita bagaimana menjadi orang yang
beriman dimata Allah SWT serta memohon apa yang ada pada surat Al-Fatihah agar
diberikan petunjuk untuk menuju jalan yang lurus. Maka kita harus memegang ayat
ini agar kita menjadi orang yang diberikan kemenangan oleh Allah.[8]
BAB
III
Kesimpulan
Kata setengah ulama, bahwa alif lam mim itu, Allah yang mengatahui
maksudnya. Tetapi setengah mereka mengatakan, bahwa ia nama surat yakni surat
ini ada dua namanya surat Al- Baqarah dan surat Alif lam mim. Huruf-huruf abjad
yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat Al Quran seperti: Alif
laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan sebagainya. diantara
Ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena
dipandang Termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya.
golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada
pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik
perhatian Para Pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan
bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari
huruf-huruf abjad. kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari
Allah dan hanya buatan Muhammad s.a.w. semata-mata, Maka cobalah mereka buat
semacam Al Quran itu.
Al-Qur’an yang
meskipun seketika ayat ini diturunkan belum merupakan sebuah naskah atau mushaf
berupa buku, namun setiap ayat dan surat yang turun sudah mulai beredar dan
sudah mulai dihafal oleh sahabat-sahabat Rasulullah. Tidak perlu diragukan lagi
karena tidak ada yang patut diragukan. Dia benar-benar wahyu dari Tuhan, dibawa
oleh Jibril, bukn dikarang-karangkan saja oleh Rasul yang tidak pandai menulis
dan membaca itu. Dia menjadi petunjuk untuk orang yang ingin bertaqwa atau
muttaqin.
Kalimat taqwa dari rumpun kata wiqayah artinya memelihara.
Memelihara hubungan baik dengan Tuhan. Memelihara diri jangan sampai
terperosok kepada suatu perbuatan yang tidak diridhai oleh Tuhan. Memelihara
segala perintahNya supaya dapat dijalankan. Memelihara kaki jangan terperosok
ke tempat yang lumpur atau duri.
Ghaib adalah sesuatu yang tidak bisa diterima oleh pancaindera baik
itu mata maupun telinga, hanya saja hal yang ghaib bisa diterima oleh akal
pikiran kita. Oleh karena itu yang Pertama kali yang harus kita percayai adalah
adanya Allah sebagai Zat pencipta seluruh alam. Begitu pula dengan hari akhir,
yang pada suatu saat nanti kita akan dibangkitkan kembali pada yaumul hisab.kriteria
manusia terhadap iman ada dua tipe, yang
Pertama adalah mereka yang mempercayai sesuatu hal yang Nampak, tetapi
mereka pula mempercayai bahwa dibalik sesuatu yang nyata itu pasti ada hal yang
ghaib, zat (Allah) yang menciptakan hal yang nampak itu menjadi gerak seperti
manusia, hewan dan lain-lainnya. Begitu pula dengan mempercayai adanya Rasul,
kita yang hidup lebih dari dua puluh abad setelah wafatnya Rasul pun sama yakni
mempercayai hal yang ghaib karena kita tidak merasakan hidup sezaman dengan
beliau.
Orang beriman akan
meyakini bahwa hidup di dunia ini tidak akan kekal sehingga meyakini adanya
hari akhir sebagai hari tempat labuhan terakhir. Inilah titik penyempurna iman
kita dimana kita tidak hanya meyakini Allah sebagai Tuhan, malaikat,
rasul-rasul, serta kitab-kitabnya tetapi akan percaya pula kepada hari akhir.
Berjalan menempuh
hidup, di atas jalan shiratal mustaqim, serta dibimbing selalu oleh Allah,
karena dia sendiri memohon kepadaNya. Mereka pula mendapatkan petunjuk dari
Tuhannya sehingga selalu dibimbing oleh Allah agar kelak mendapatkan kemenangan
sehingga iman yang dia miliki tidak pernah padam.
Kita mendapatkan dalam
ayat 1-5 bahwa ayat tersebut mengajarkan kita bagaimana menjadi orang yang
beriman dimata Allah SWT serta memohon apa yang ada pada surat Al-Fatihah agar
diberikan petunjuk untuk menuju jalan yang lurus. Maka kita harus memegang ayat
ini agar kita menjadi orang yang diberikan kemenangan oleh Allah.
BACA JUGA : MOTi EXPONENT
Jasa Rental Perlengkapan Event Seminar, Workshop, Launching, Wisuda, Partisi Pameran
Jasa Rental Perlengkapan Event Seminar, Workshop, Launching, Wisuda, Partisi Pameran
Daftar
Pustaka
Surin, Bachtiar. 2004. Az-Zikra Terjemah dan Tafsir Al-Qur’an.Bandung:
Angkasa.
Yunus, Mahmud. 2004. Tafsir Quran Karim. Jakarta: Hidakarya
Agung.
Hamka. 2003. Tafsir Al-Azhar. Singapura: Pustaka Nasional
Kerjaya Printing Industrie
[2] Hamka,Tafsir
Al-Azhar,( Singapura: Pustaka Nasional Kerjaya Printing
Industries2003), hal.
113-114.
[3] Ibid, hal. 114-115.
[5] Al-Azhar, op.cit, 116-119.
[6] Bachtiar Surin, Az-Zikra Terjemah dan
Tafsir Al-Qur’an, (Bandung: Angkasa, 2004), cetakan ke 10, hal. 15.
[7] Al-Azhar, op.cit, hal. 120.
[8] Ibid, hal. 121.
0 comments:
Post a Comment