اَهْلاًوَسَهْلاً

Sunday, 5 January 2014

Proposal Tafsir



RIBA DAN BUNGA BANK DALAM PERSPEKTIF TAFSIR AL-AZHAR
A.    Latar belakang
Kitab suci al-Qur’an sebenarnya tidak pernah membisu bila diminta pertimbangan oleh siapa saja untuk mejawab setiap permasalahan hidupnya. Namun pertimbangan dan petunjuk al-Qur’an itu baru bisa ditangkap jika secara bijak dan cermat dapat dikenali sifat-sifat dan kandungannya. Kemudian menggunakan metode yang tepat untuk menggali makna yang terkandung di dalamnya.[1]

Agama Islam sering disimpulkan ke dalam tiga bagian, yaitu: akidah, syariah, dan ahklak. Akidah digolongkan sebagai ushûl al-dîn, syariah langsung diasosiasikan dengan fiqh yang dianggap sebagai furû al-dîn, dan akhlak pada kategori ketiga. Kategori tersebut memberi kesan bahwa masalah akidah adalah primer. Bahkan Abî ‘Adillah ‘Amir Abdullah Fâlih menyebutkan sebagai ilmu yang termulia. Sementara syariah atau fiqh menyangkut segi-segi hukum hukum agama adalah sekunder, sedangkan akhlah dengan sendirinya menempati peringkat ketiga atau tersier.[2]
Melakukan kegiatan ekonomi adalah merupakan tabiat manusia  untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kegiatan itu ia memperoleh rizki, dengan rizki ia dapat melangsungkan kehidupannya. Bagi orang Islam, al-Qur’an adalah petunjuk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang berkebanaran absolute. Kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya dan mencela bagi orang menjadi pemalas. Tetapi tidak setiap kegiatan ekonomi dibenarkan oleh al-Qur’an. Apabila kegiatan itu punya watak yang merugikan banyak orang dan menguntungkan sebagian kecil orang, seperti monopoli dagang, calo, perjudian dan riba pasti akan ditolak.[3]
Larangan riba sebenarnya sudah tegas dan jelas dalam al-Qur’an dan hadis Nabi saw, cukup banyak mengutarakannya dan mencela para pelakunya, sehingga pada prinsipnya disepakati pengharaman riba.[4] Akan tetapi dalam perkembangan zaman, umat Islam mulai dihadapkan dengan kontak peradaban dunia barat. Perbankan yang mensyaratkan adanya bunga merupakan bagian dari peradaban mereka dalam aspek ekonomi, maka konsep riba yang dianggap final status hukumnya mulai menjalani peninjauan kembali oleh tokoh para pembaharu Islam. Kehadiran institusi perbankan dalam dunia Islam bukanlah hal yang asing, karena istilah perbankan sudah dikenal sejak zaman pertengahan Islam dahulu. Namun ketika dikaitkan dengan sistem perbankan modern saat ini, maka kegiatan perbankan menjadi persoalan baru dalam kajian keislaman[5]. Karena itu, bila ditinjau dalam hukum Islam, hukum lembaga ini termasuk ijtihadiyah. Sebagai masalah ijtihadiyah perbedaan pendapat tidak akan terlepas dari padanya.[6] Perbedaan pendapat para ulama mengenai riba dan bunga bank secara garis besar terbagi menjadi dua golongan.
Pendapat pertama, adalah golongan neo-revivalis yang pemahamannya secara tekstulis dan lebih mengedepankan aspek legal-formal dari ayat riba yang ada dalam al-Qur’an. Di antaranya menurut Maududi dan Sayyid Qutb yang menyatakan kelebihan dari uang pokok yang diambil itu adalah riba apapun alasannya. Kemudian pendapatnya Muhammad Mutawali al-Sya’rawi yang dikutip oleh Yusuf  al-Qandawi yang menyatakan bagaimanpun bank itu adalah haram, karena memang itu adalah riba.[7] Begitu juga dengan pendapatnya Jaddual Haq[8] dan Muhammad Sayyid at-Tantawi.[9]
Dalam pandangan mereka kaum neo- revivalis itu, keberadaan ketidakadilan tidak terlalu penting. Oleh karena itu, semua bentuk bunga diharamkan. Sedangkan pendapat kedua, adalah golongan modernis yang pemahamannya secara kontekstual dan lebih mengedepankan aspek moralitas dalam memahami riba sesuai dengan statemen al-Qur’an “latazlimûna wa la tuzlamûn, maka riba di sini dibedakan dengan bunga. Pendapatnya ini misalnya adalah menurut Fazlur Rahman (1964), Muhammad Assad (1984), Said an-Najjar (1989) dan Mun’im an-Namir (1989). Sejalan dengan pikiran mereka, adalah pendapatnya Mustafa az-Zarqa yang dikutip oleh Azhar Basyir, beliau menyatakan bahwa system perbankan yang berlaku sekarang ini diterima sebagai realitas yang tidak dapat kita hindari, oleh karena umat islam boleh bermuamalat dengan bank-bank atas dasar keadaan darurat.[10] Begitu juga pendapat yang dikatakan oleh cendikian muslim A. Chotib. adapun pendapat modernis tapi juga sangat liberal adalah pendapat Muhammad Hatta, Syfruddin Prawiranegara, A Hassan, Kasman Singodenojo dan Munawwir Sadzali. Bahwa bunga bank tidak bisa begitu saja disamakan dengan riba yang diharamkan oleh Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW.
Keberadaan perbankan Islam dirancang untuk terbinanya hubungan kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagi hasil antara pemilik modal yang menyimpan uangnya di bank selaku pengelola dana dari masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha. Oleh karena itu dari dahulu hingga sekarang belum ada kata final dalam penyelesaian status hukum riba dan bunga bank yang disepakati oleh seluruh pihak. Secara kategoris silang pendapat ini dapat dipetakan secara simplistik pada tiga pendapat tanpa menafikan sejumlah pendapat lain yang tidak tertulis, selain berpendapat halal, haram, dan adapula yang berpendapat syubhat.
Terlepas dari perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan para ulama dan kaum cendikia mengenai status bunga bank dan riba serta eksistnsi intitusi perbankan saat ini. Penyusun di sini tidak bermaksud panjangnya perdebatan, baik terhadap yang pro atau kontra. Melainkan penyusun hanya ingin mendeskripsikan secara analitis terhadap pemikiran Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar.

Oleh Karena itu, penyusun tergugah untuk lebih lanjut bagaimana pandangan Hamka tentang status hukum riba dan bunga bank ini.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, untuk mempermudah kajian dan agar penelitian yang dilakukan terarah pada satu objek sehingga menghasilkan hasil akhir yang komprehensif, integral dan menyeluruh sehingga relative mudah dipahami dan dapat merepresentasikan. Maka dirumuskan beberapa masalah pokok sebagai berikut:
1.      Bagaimana metode penalaran hukum Hamka dalam menentukan status riba dan bunga bank ?
2.      Apa kontribusi pandangan Hamka terhadap praktik perbankan Indonesia ?
C.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah dalam penelitian, penulis memiliki maksud dan tujuan baik bersifat ilmiah maupun akademis.
1.      Menjelaskan metode penalaran hukum Hamka dalam menentukan status hukum riba dan bunga bank
2.      Menjelaskan eksplorasi, pengembangan, serta evaluasi Hamka terhadap praktik perbankan Indonesia.
Adapun kegunaan dari penelitian ini:
1.      Secara teoritis adalah untuk memberikan kontribusi pemikiran dalam hukum Islam secara umum dalam persoalan riba dan bunga bank.
2.      Secara praktik penelitian diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pembahasan tentang riba dan bunga bank dalam pandangan Hamka.
D.    Metode Penelitian
1.      Jenis dan sifat penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka. Artinya, bahan atau objek materiil penelitian data data tertulis, lebih spesifik lagi data yang berkenaan dengan tema penelitian ini, riba dan bunga bank pandangan Hamka.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Maksudnya, penyusun berupaya untuk mendeskripsikan pandangan Hamka tentang riba dan bunga bank kemudian menelusuri landasan argument yang menjadi pemikirannya. Selain itu, penyusun berupaya menelaah metode yang beliau gunakan dalam memutuskan sebuah persoalan riba dan bunga bank ini.
2.   Pengumpulan Data
Langkah-langkah yang digunakan dalam pengumpulan data adalah:
Menghimpun keseluruhan data yang bersinggungan dengan pemikiran Hamka, menyangkut corak, karakteristik, dan landasannya, melaui sumber primer yaitu tafsir Al-Azhar dan ditunjang sumber sekunder meliputi berbagai buku.
3.      Metode Analisi Data
Untuk analis data, penyusun menggunakan metode induktif. Metode induktif adalah kegiatan generalisasi dari penelitian terhadap beberapa kasus.[11] Tahapan yang ditempuh dalam analisis menggunakan metode induktif adalah: dari beberapa pendapat Hamka mengenai riba dan bunga bank, penyusun berusaha melakukan generalisasi sampai pada tahapan tertentu untuk menemukan benang merahnya, terutama yang terkait dengan rujukan, landasan pemikirannya dan teknik penggalian hukumnya.
4.      Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normative-ushul fiqh, pendekatan di sini adalah pendekatan yang menekankan pada latar belakang kehidupan pemikiran sang tokoh, dalam hal ini Hamka dan penekanan pada penggunaan prinsip syariah yang teterkandung dalam al-Quran dan hadis serta kaidah-kaidah fiqh  dan ushul fiqh.
E.     Telaah Pustaka
Pembahasahan yang membicarakan tentang riba telah banyak dilakukan dan tercatat dalam berbagai buku. Baik itu buku secara utuh maupun dalam bab tertentu. Selain itu diterangkaan khusus dalam sebuah kitab tafsir yang mengangkat ayat-ayat al-Quran berkaitan dengan pembahasan riba, namun penyusun hanya menemukan beberapa buku, seperti yang menjadi rujukan utama dalam kitab tafsir Al-Azhar karya Hamka.
Tafsir al-Azhar merupakan karya monumental Hamka yang ditulis dengan bahasa sederhana agar mudah dipahami dan tidak menjemukan dalam rangka memenuhi kebutuhan umat Islam Indonesia yang ingin mendalami isi kandungan Al-Qur’an di zaman modern sekarang ini. Tentang riba itu sendiri beliau memberikan warna dalam penafsirannya dengan kecenderungan-kecenderungan yang sesuai dengan konteks ayat. Demikian pula dalam menggabungkan antara pendapat-pendapat ulama dengan pendapat dan pengalamannya sendiri.[12]
Selain itu, pembahasan riba terdapat dalam sebuah buku  Riba dalam Al-Qur’an  dan masalah perbankan (sebuah tilikan antisipatif) oleh Muh.Zuhri mencoba menuluri karakter riba yang sebenarnya seperti yang termaktub dalam al-Qur’an, mencari sebab musabab turunnya ayat tenang riba secara kronologis. Bahkan lebih jauh lagi dari itu dia pun mengemukakan praktek-praktek riba yang dilakukan orang di zaman Rasul sebagai pembanding.[13]
Selanjutnya, di dalam buku yang membahas riba yaitu buku berjudul hukum Islam tentang riba, utang piutang dan gadai, karya Ahmad Azhar Basyir, yang memberikan pemaparan yang cukup jelas mengenai riba dan bunga bank.[14] Sedangkan A Chatib dalam bukunya yang berjudul Bank dalam Islam, juga menjelaskan secara mendalam tentang pendapat ulama dan pemikir, baik dari kalangan muslim maupun kalangan non muslim sekitar lembaga perbankan dan problematikanya dalam hukum Islam termasuk bunga di dalamnya.[15]
F.     Landasan Teori
1.      Tinjauan tentang Riba
Riba menurut pengertian lugawi atau etimologi adalah bertambah. Di dalam pengertian teknik hukum syariah berarti akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya menurut aturan syara atau terlambat menerimanya. Di dalam praktik di masa permulaan Islam, riba ada tiga bagian yaitu riba fadhl, riba yadh, dan riba nasi’ah.[16]
Menurut Prof DR Rachmat Syafe’I M.A riba diharamkan karena 2 hal yakni pertama, adanya kedzaliman; kedua, adanya eksploitasi dalam kebutuhan pokok atau adanya garar, ketidakpastian dan spekulasi yang tinggi. Oleh karena itu, tidak diharamkan selama tidak bertentangan dengan dua hal di atas.[17]
Dalam hukum mu’amalah Islam mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.       Pada dasarnya semua bentuk mu’amalah adalah mubah, kecuali yang ditentukan lain oleh al-Qur’an dan sunnah Rasul.
b.      Mu’amalah dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur paksaan.
c.       Mu’amalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindari  mudharat  dalam hidup masyarakat.
d.      Mu’amalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempatan.[18]
Adapun para ulama yang mengharamkan riba, antara lain:
a.       Pendapat yang menegaskan bahwa riba itu haram dalam segala bentuknya, pendapat ini dikemukakan oleh DR. Muhammad Darraz, seorang ahli hukum dari Saudi Arabia. Ia mengatakan baik secara formal maupun sosiologis, riba itu sangat merusak.
b.      Yang menegaskan keharaman riba, seperti yang disebut dalam al-Qur’an berkaitan dengan kondisi ekonomi (kondisi sosial) oleh karena itu, hukum riba adalah karena kondisi ekonomi sekarang yang jauh berbeda dengan kondisi masa lampau. Pendapat ini dilakukan oleh Dr Ma’ruf Dawalibi ahli hukum di Mesir membedakan antara riba produktif diharamkan, sedangkan riba konsumtif tidak akan tetapi sulit dibedakan.
Menurut Ahmad Mustafa Az-Zarka, guru besar hukum Islam dan hukum perdata Universitas Syiria bahwa system perbankan yang kita terima sekarang ini merupakan realitas yang tak dapat dihindari, oleh karena itu umat Islam boleh bermuamalah dengan bank konvensional atas pertimbangan dalam keadaan darurat dan bersifat sementara. Karena itu umat Islam harus berusaha mencari jalan keluar dengan mendirikan bank tanpa sistem tanpa bunga untuk menyelamatkan umat Islam  dari cengkraman bank bunga.
Dari segi ekonomi, cara usaha yang tidak sehat. Keuntungan yang diperoleh bukan berasal bukan dari pekerjaan produktif yang dapat menambah kekayaan bangsa. Namun keuntungan itu hanya untuk dirinya sendiri tanpa imbalan ekonomis apapun. Keuntungan ini hanya diperoleh dari sejumlah harta yang diambil dari harta si peminjam yang sebenarnya tidak menambah harta orang yang melaksanakan riba. Jadi, penambahan yang Nampak pada orang jelas riba, sebenarnya bukan merupakan penambahan yang sesungguhnya.
Praktik usaha dengan cara riba merupakan penyebab kemalasan dan terciptanya sekelompok orang yang memperoleh harta tanpa bunga melakukan usaha ataupun pekerjaan itu bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang mengajak manusia untuk giat bekerja.
Dari segi sosial, masyarakat tidak dapat mengambil keuntungan sedikitpun dari praktik-praktik riba. Bahkan praktik riba ini membawa bencana sosial yang besar sebab menambah beban bagi orang yang tidak berkecukupan, dan menyebabkan perusakan nilai-nilai luhur yang dibawa oleh Islam, yang menganjurkan persaudaraan, tolong menolong, dan bergotong-royong diantara sesama manusia. Adanya riba ini menyebabkan munculnya sekelompok manusia yang hanya ingin memperoleh harta dengan jalan mengekpotasi hajat manusia.
Hal ini menimbulkan akses-akses sosial buruk, yang membuka pintu lebar-lebar bagi bermacam-macam fitnah dan pertikaian di antara berbagai kelompok bangsa.[19]
2.   Tinjauan tentang bunga bank
Pengertian bunga dalam praktik perbankan adalah harga atau konpensasi atau ganti rugi yang dibayarkan untuk penggunaan uang selama jangka waktu tertentu, yang dinyatakan dalam suatu prosentasi dari jumlah uang yang disetujui bersama. Dalam penertian ini, dapat mencatat beberapa hal pokok:
a.       Bunga adalah harga atau konpensasi atau ganti rugi terhadap pemakaian uang orang lain, yang kemudian diprgunakan di dalam proses perusahaan sendiri, sehingga debitur mendapat keuntungan dari kredit tersebut. tau bunga itu dapat dikatakan sebagai sewa dari uang yang dipinjam seorang debitur. Sebaliknya debitur yang meminjamkan uang tidak dapat menguasainya dan terkandung pula beberapa resiko.
b.      Debitur berhak mempergunakan uang tersebut untuk suatu jangka tertentu. Dengan menggunakan tersebut dia mendapat keuntungan. Keuntungan tersebut adalah di atas kewajiban bunga yang harus dibayarnya.
c.       Jumlah dari harga atau konpenasi, atau bunga tersebut ditentukan berdasarkan prosentasi tertentu dari jumlah yang dipinjam.[20]
3.      Tinjauan tentang tafsir Al-Azhar
Dalam kaitannya dengan penafsiran terhadap ayat Al-Qur’an, terlebih dahulu Hamka menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an yang akan ditafsirkan sesuai dengan urutan surat dan ayatnya sebagaimana yang terdapat dalam mushaf. Setelah itu, beliau menuliskan terjemahannya dalam bahasa Indonesia, baru kemudian menafsirkannya juga dalam bahasa Indonesia ayat demi ayat dan tidak kata per kata.
Dalam menafsirkan Al-Qur’an, Hamka terlebih dahulu menafsirkannya dengan Al-Qur’an itu sendiri, karena penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an lebih utama daripada yang lainnya.
Selanjutnya, bila beliau tidak menemukan tafsirannya di dalam Al-Qur’an, Hamka akan berpindah kepada sunah. Seorang mufasir  tidak boleh menafsirkan Al-Qur’an berlawanan dengan sunah, bahkan sunah wajib menyoroti tiap-tiap tafsir yang hendak ditafsirkan. Oleh karena itu, betapapun keahlian dalam memahamkan arti dari tiap-tiap kalimat Al-Qur’an, seorang mufassir harus memperhatikan sunah Nabi, pendapat para sahabat, tabiin, serta ulama-ulama terdahulu, terutama dalam menafsirkan ayat-ayat yang berkenaan dengan hukum.[21]
G.    Sistematika Penelitian
Penelitian ini memuat enam bab termasuk pendahuluan yang masing-masing saling berkaitan:
Bab pertama yaitu pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian, telaah pustaka dan landasan teori sistematika pembahasan.
Bab kedua merupakan tinjauan mengenai riba dan bungan bank, yang meliputi pengertian riba dan bunga bank, macam-macam riba, riba dalam al-Quran, seputar bunga bank.
Bab bunga berupaya untuk mengkaji sosok Hamka, mengenai jati dirinya, kehidupannya, pendidikan, aktivitasnya dan beragam karya tulisnya. Kemudian para pemikir yang mempengaruhi pandangan Hamka.
Bab keempat penyusun berusaha untuk memaparkan deskripsi Hamka tentang riba dan bunga bank serta dalil dalil yang menjadi dasar hukum yang digunakannya dalam menentukan status hukum riba dan bunga bank.
Bab kelima adalah analisis terhadap pandangan Hamka tentang riba dan bunga bank. Dengan mencurahkan sumber/landasan pemikirannya dalam menyikapi masalah riba.
Bab keenam yaitu penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.






Jasa Rental Perlengkapan Event Seminar, Workshop, Launching, Wisuda, Partisi Pameran


Daftar Pustaka
A. Chatib. 1962. Bank dalam Islam. Bulan Bintang.
Axhar Basyir, Ahmad. 1975. Hukum Islam Tentang Riba, utang Oiutang dan Gadai. al-Ma’arif.
Azhar Basyîr, Ahmad. 1983.Hukum Islam tentang Riba, Hutang-Piutang dan Gadai. Bandung: Al-Ma’arif.
Efendy, Muchtar.1996. Ekonomi Islam Suatu Pendekatan  Berdasarkan Ajaran Qur’an dan Hadis. Palembang: Yayasan Pendidikan dan Ilmu Islam al-Mukhtar.
Hamka. 1994. Tafsir al-Azhar, Juz I. Jakarta: Pustaka Panjimas.
 Harahap, Syahrir. 2000.  Metodologi Studi dan Penelitian Ilmu-Ilmu Ushuluddin. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muhadzir, Noeng. 1996.  Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin
Zuhri, Muh. 1996. Riba dalam Al-Qur’an dan Masalah Perbankan. Jakarta: Raja Grafindo Persada,




[1] Syahrir Harahap, Metodologi Studi dan Penelitian Ilmu-Ilmu Ushuluddin (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), cet pertama, hal. 11.
[2] Nurcholis Madjid, Konsep-Konsep Tentang Ushul Al-Din da Furu al-Din serta Berbagai Kontroversi yang Terkait (KKA Seri ke-6/tahun VI/1992), hal 4.
[3] Muh Zuhri, Riba dalam Al-Qur’an dan Masalah Perbankan Sebuah Tilikan Antisipatif (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), cet pertama, hal. 1.
[4] Ibid.,
[5] Ibid., hal. 142.
[6] Ahmad Sukarja, Riba Bunga Bank dan Kredit Perumahan, dan ChuxaimahT. Yanggo dan Hafiz Anshari (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus 1995), hal. 49.
[7] Yusuf al-Qaradâwi, dkk, Haruskah Hidup dengan Riba, alih bahasa Salim Basyarabil, (Jakarta: Gema Insani Press, 1944), hal. 61.
[8] Ibid., hal. 59.
[9] Ibid., hal. 62.
[10] Ahmad Azhar Basyîr, Hukum Islam tentang Riba, Hutang-Piutang dan Gadai (Bandung: Al-Ma’arif, 1983) cet ke-2, hal. 9
[11] Noeng Muhadzir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996) hal. 5-6.
[12] Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz I, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994), hlm. 4.
[13] Muh. Zuhri, Op.cit.
[14] Ahmad Axhar Basyir, Hukum Islam Tentang Rib, utang Oiutang dan Gadai (al-Ma’arif, 1975).
[15] A. Chatib, Bank dalam Islam, (Bulan Bintang, 1962).
[16] Muchtar Efendy, Ekonomi Islam Suatu Pendekatan  Berdasarkan Ajaran Qur’an dan Hadis,(Palembang: Yayasan Pendidikan dan Ilmu Islam al-Mukhtar, 1996), hal. 17.
[17] Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah untuk IAIN, STAIN, PTAIS dan Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hal. 276.
[18] Ahmad Azhar Basyîr, Asas-Asas Muamalat (Hukum Islam Perdata), (Yogyakarta UII Press, 2000), hal 15-16.
[19] Ahmad Muhammad Al-‘Assal da Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal 89-90.
[20] Mochtar  Efendy, Loc.it., hal. 173.
[21] Hamka, loc.it

0 comments: