1.
Hadits
tentang Ghadir Khum
Hadis
Ghadir Khum yang menunjukkan kepemimpinan Imam Ali adalah salah satu hadis
shahih yang sering dijadikan hujjah oleh kaum Syiah dan ditolak oleh kaum
Sunni. Kebanyakan mereka yang mengingkari hadis ini membuat takwilan-takwilan
agar bisa disesuaikan dengan keyakinan mahzabnya. Padahal Imam Ali sendiri
mengakui kalau hadis ini adalah hujjah bagi kepemimpinan Beliau. Hal ini
terbukti dalam riwayat-riwayat yang shahih dimana Imam Ali ketika menjadi khalifah mengumpulkan
orang-orang di tanah lapang dan berbicara meminta kesaksian soal hadis Ghadir
Khum.
عن سعيد بن وهب وعن زيد بن يثيع قالا نشد على الناس في الرحبة من سمع رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول يوم غدير خم الا قام قال فقام من قبل سعيد ستة ومن قبل زيد ستة فشهدوا انهم سمعوا رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول لعلي رضي الله عنه يوم غدير خم أليس الله أولى بالمؤمنين قالوا بلى قال اللهم من كنت مولاه فعلي مولاه اللهم وال من والاه وعاد من عاداه
Dari
Sa’id bin Wahb dan Zaid bin Yutsai’ keduanya berkata “Ali pernah meminta
kesaksian orang-orang di tanah lapang “Siapa yang telah mendengar Rasulullah
SAW bersabda pada hari Ghadir Khum maka berdirilah?. Enam orang dari arah Sa’id
pun berdiri dan enam orang lainnya dari arah Za’id juga berdiri. Mereka
bersaksi bahwa sesungguhnya mereka pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda
kepada Ali di Ghadir Khum “Bukankah Allah lebih berhak terhadap kaum mukminin”.
Mereka menjawab “benar”. Beliau bersabda “Ya Allah barangsiapa yang aku menjadi
pemimpinnya maka Ali pun menjadi pemimpinnya, dukunglah orang yang mendukung Ali
dan musuhilah orang yang memusuhinya”. [Musnad
Ahmad 1/118 no 950 dinyatakan shahih oleh Syaikh Ahmad Syakir]
Sebagian orang membuat takwilan batil bahwa kata mawla dalam hadis Ghadir Khum bukan menunjukkan kepemimpinan tetapi menunjukkan persahabatan atau yang dicintai, takwilan ini hanyalah dibuat-buat. Jika memang menunjukkan persahabatan atau yang dicintai maka mengapa ada sahabat Nabi yang merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya ketika mendengar kata-kata Imam Ali di atas. Adanya keraguan di hati seorang sahabat Nabi menyiratkan bahwa Imam Ali mengakui hadis ini sebagai hujjah kepemimpinan. Maka dari itu sahabat tersebut merasakan sesuatu yang mengganjal di hatinya karena hujjah hadis tersebut memberatkan kepemimpinan ketiga khalifah sebelumnya. Sungguh tidak mungkin ada keraguan di hati sahabat Nabi kalau hadis tersebut menunjukkan persahabatan atau yang dicintai.
عن أبي الطفيل قال جمع علي رضي الله تعالى عنه الناس في الرحبة ثم قال لهم أنشد الله كل امرئ مسلم سمع رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول يوم غدير خم ما سمع لما قام فقام ثلاثون من الناس وقال أبو نعيم فقام ناس كثير فشهدوا حين أخذه بيده فقال للناس أتعلمون انى أولى بالمؤمنين من أنفسهم قالوا نعم يا رسول الله قال من كنت مولاه فهذا مولاه اللهم وال من والاه وعاد من عاداه قال فخرجت وكأن في نفسي شيئا فلقيت زيد بن أرقم فقلت له انى سمعت عليا رضي الله تعالى عنه يقول كذا وكذا قال فما تنكر قد سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ذلك له
Dari Abu Thufail yang berkata “Ali mengumpulkan
orang-orang di tanah lapang dan berkata “Aku meminta dengan nama Allah agar
setiap muslim yang mendengar Rasulullah SAW bersabda di Ghadir khum terhadap
apa yang telah didengarnya. Ketika ia berdiri maka berdirilah tigapuluh orang
dari mereka. Abu Nu’aim berkata “kemudian berdirilah banyak orang dan memberi
kesaksian yaitu ketika Rasulullah SAW memegang tangannya (Ali) dan bersabda
kepada manusia “Bukankah kalian mengetahui bahwa saya lebih berhak atas kaum
mu’min lebih dari diri mereka sendiri”. Para sahabat menjawab “benar ya
Rasulullah”. Beliau bersabda “barang siapa yang menjadikan Aku sebagai
pemimpinnya maka Ali pun adalah pemimpinnya dukunglah orang yang mendukungnya
dan musuhilah orang yang memusuhinya. Abu Thufail berkata “ketika itu muncul
sesuatu yang mengganjal dalam hatiku maka aku pun menemui Zaid bin Arqam dan
berkata kepadanya “sesungguhnya aku mendengar Ali RA berkata begini begitu,
Zaid berkata “Apa yang patut diingkari, aku mendengar Rasulullah SAW berkata
seperti itu tentangnya”.[Musnad Ahmad 4/370 no 19321 dengan sanad yang
shahih seperti yang dikatakan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Tahdzib Khasa’is An
Nasa’i no 88 dishahihkan oleh Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini]
Kata mawla dalam hadis ini sama halnya dengan kata waliy yang berarti pemimpin, kata waly biasa dipakai oleh sahabat untuk menunjukkan kepemimpinan seperti yang dikatakan Abu Bakar dalam khutbahnya. Inilah salah satu hadis Ghadir Khum dengan lafaz Waly.
2.
Hadits
kepemimpinan yang mesti berasal dari suku Quraisy
Dalam
kehidupan bernegara, kehadiran seorang pemimpin menjadi sesuatu yang sangat
penting dalam rangka untuk menjaga berbagai stabilitas baik politik, ekonomi,
keamanan, maupun sosial. Oleh sebab itu, setiap negara memiliki aturan yang
mengatur tentang persyaratan menjadi seorang pemimpin. Dalam khasanah keilmuan
politik dan pemerintahan Islam, istilah pemimpin dikenal dengan
khalifah/amir/imam, dan segala sesuatu yang terkait dengan kinerja pemimpin
dikenal dengan khilafah/imamah/imarah (kepemimpinan). Salah satu syarat yang
ditentukan adalah syarat dari keturunan Quraisy. Dasar yang digunakan dalam
memasukkan persyaratan Quraisy adalah hadis Nabi saw yang menyatakan bahwa
kepemimpinan dari suku Quraisy.
Hadis
yang bersumber dari para imam hadis tersebut, dinilai tidak sesuai dengan
logika dan nalar manusia. Bagaimana mungkin Nabi saw menyabdakan hadis yang
bersifat primordinal-sektarian, sehingga mementingkan orang Quraisy? Bagaimana
kaitannya dengan pesan Nabi saw yang mengharuskan orang-orang mukmin taat
kepada pemimpin walaupun pemimpin tersebut dari budak
Habsy?
Hadis
tentang kepemimpinan dari Quraisy dapat ditemukan dalam kitab hadis yang
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Tirmidzi, dan Imam Ahmad
bin Hanbal. Salah satu hadis tersebut adalah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad
bin Hanbal sebagai berikut :
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ سَهْلِ أَبِي
الْأَسَدِ عَنْ بُكَيْرٍ الْجَزَرِيِّ عَنْ أَنَسٍ قَالَ كُنَّا فِي بَيْتِ رَجُلٍ
مِنْ الْأَنْصَارِ فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى
وَقَفَ فَأَخَذَ بِعِضَادَةِ الْبَابِ فَقَالَ الْأَئِمَّةُ مِنْ قُرَيْشٍ
وَلَهُمْ عَلَيْكُمْ حَقٌّ وَلَكُمْ مِثْلُ ذَلِكَ مَا إِذَا اسْتُرْحِمُوا
رَحِمُوا وَإِذَا حَكَمُوا عَدَلُوا وَإِذَا عَاهَدُوا وَفَّوْا فَمَنْ لَمْ
يَفْعَلْ ذَلِكَ مِنْهُمْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ
وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ.
Waki’menceritakan
kepada kami (berkata) al-A’masy menceritakan kepada kami (yang berasal) dari
Sahl Abi al-Asad (yang bersumber) dari Bukair al-Jazari (yang berasal) dari
anas berkata : Kami (ketika) berada di rumah salah seorang sahabat Anshar, Nabi
saw datang hingga berhenti kemudian memegang tiang pintu lalu bersabda :”Para
imam (pemimpin) adalah dari Quraisy, Mereka memiliki hak atas kamu, dan kamu
memiliki hal yang sama. Ketika kamu minta belas kasih mereka memberi belas kasih.
Ketika mereka memerintah, mereka adil, dan ketika mereka berjanji, mereka
menetapi. Barang siapa dari mereka yang tidak berbuat demikian maka laknat
Allah dan Malaikat dan seluruh menusia untuk dia.
Respon
terhadap hadis tersebut dari pendapat para ahli sangat beragam. Sebagian
berpendapat bahwa hadis tersebut shahih dan merupakan dalil atas kekhususan
al-khilafah untuk Quraisy. Sedang sebagian yang lain mengingkari hadis
tersebut, karena bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang tidak mengakui fanaticism
atau ashabiyyah, dan juga tidak mengakui racialism atau unshuriyyah.
Mayoritas
Ulama klasik memahami hadis ini secara tektual, artinya persyaratan keturunan
Quraisy memang menjadi suatu keharusan bagi orang yang menjadi khilafah. Hal
tersebut berangkat dari peristiwa terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah di
Saqifah Bani Saídah.
Setelah
umat Islam mengalami duka yang mendalam akibat wafatnya Rasulullah saw, sahabat
Anshar segera menyelenggarakan pertemuan di Saqifah bani Saídah untuk
mendiskusikan khalifah pengganti Rasulullah saw. Ketika berita tersebut
terdengar oleh Úmar bin al-khaththab, ia menyampaikan hal ini kepada Abu Bakar
al-Shiddiq.
Hampir
di seuruh kitab Hadits meriwayatkan mengenai syaratnya seorang pemimpin dari
suku quraisy, sehingga sebagian besar ulama bersepakat bahwa syarat tersebut
menjadi hal yang mutlak untuk mengangkat khalifah.
Salah
satu ulama yang sangat keras terhadap peraturan tersebut adalah Al-Mawardi, dia
begitu tegas dan bersikukuh bahwa seorang khalifah harus daru suku Quraisy.
Pendapat beliau di dasarkan pada peristiwa Abu Bakar Ra. ketika meminta
orang-orang Anshar yang telah membaiat Sa’ad bin Ubadah untuk mundur dari
jabatan Khalifah (Imamah) pada peristiwa saqifah karena berargumen dengan sabda
Nabi;”Pemimpin-pemimpin berasal dari quraisy”. Kemudian orang-orang
Anshar mengurungkan keinginannya terhadap jabatan Khalifah (Imamah) dan
mundur aripadanya. Mereka berkata;”Para Gubernur dari kami dan dari kalian!
Mereka tunduk kepada riwayat Abu Bakar dan membenarkan informasinya. Mereka
menerima dengan lapag dada ucapan Abu Bakar Ra. “Para pemimpin berasal dari
kamu, sedang menteri-menteri berasal dari kalian. Nabi bersabda;”Dahulukan
orang quraisy, dan jangan kalian mendahuluinya”.[1]
Berbanding
terbalik dengan pendapat syiah dan Khawarij, menurut syiah seseorang yang akan
menjadi seorang khalifah haruslah dari keturunan Nabi. Sementara menurut kaum
Khawarij dan sekelompok Mu’tazilah berkata;”Bisa saja Imam (pemimpin tertinggi)
bukan Quraisy. Bahkan yang berhak memegang kepemimpinan adalah yang menegakan
Kitab Allah dan Sunnah, baik dia Arab atau Ajam (non Arab). Dhihar bin Amr
berlebihan hingga ia berkata,”mengangkat pemimpin selain Qurasy lebih utama
karena lebih sedikit keluarganya maka jika menyimpang mudah menurunkannya”.[2]
3. Kontekstualisasi dengan Zaman Sekarang
Berdasarkan penjelasan kedua
hadits di atas terkait dengan pembahasan Ghadir Khum dan kepemimpinan yang
mesti berasal dari suku Quraisy menengandung ikhtisar terhadap kehidupan
sekarang. Kemelut
mengenai syarat syahnya seorang pemimpin yang di syaratkan dari keturunan
Quraisy memang sudah menjadi isu hangat dan di jadikan bahan perdebatan yang
panas sejak dulu hingga kini. Bahkan yang sangat parah lagi, di dalam sejarah
perpolitikan Islam Hadits Nabi mengenai suku Quraisi ini selalu di jadikan
legitimasi untuk meraih kekuasaan dengan menafikan keturunan non quraisy, salah
satunya adalah Umayyah yang sangat marah sekali ketika mengetahui ada seorang
pemimpin yang bukan dari Quraisy.
Menurut hemat penulis, Hadits Nabi mengenai
suku Quraisy ini harus di kontekskan terlebih dahulu dengan kondisi sosial
budaya pada waktu itu. maka jika telah di tarik ke ranah tersebut kita dapat
mengetahui benang merah dari diskursus di atas.
Pada zaman awal-awal islam kondisi sosial
budaya pada kala itu di dominasi dengan sistem kesukuan, baik itu dari fanatisme
dan keagungan nasabnya. Suku Quraisy merupakan suku yang nasabnya paling mulia
karena keturunan dari tokoh-tokoh dan orang suci serta terkenal sebagai suku
yang sangat besar kekerabatannya serta sangat kuat tali persaudaraannya.
Oleh sebab itu, jika kita menafsirkan Hadits
Rasul di atas secara ‘nyeleneh’ maka kita dapat menduga bahwa syarat seorang
pemimpin harus dari suku Quraisy adalah sebagai simbol yang mempunyai makna
tersendiri. Kemungkinan, Rasul pada kala itu mrnginginkan seorang pemimpin yang
memiliki intelektualitas tinggi, kuat secara kekerabatan karena dengan hal itu
tidak aka nada yang berani menentangnya, dan mulia secara Nasab sehingga dihormati
oleh masyarakatanya. Syarat-syarat tersebut, pada waktu itu, hanya ada pada
suku Quraisy tidak pada suku lainnya.
Maka dari itu, zaman sekarang apabila
menerapkan sistem kekhalifahan tidaklah mungkin, karena setiap Negara terbagi
dengan sekte-sekte yang mengatur Anggaran Dasar Rumah Tangga. Di samping itu
dengan bertambahnya jumlah penduduk yang berbeda suku, superioritas
darah, golongan, dan sebagainya. Tentunya harus dipegang oleh setiap pemimpin yang
dipercaya rakyatnya. Meledaknya jumlah penduduk diiringi dengan kemajuan zaman,
sehingga setiap wilayah merasa sudah mempunyai potensi maka sudah layaknya ada
pemimpin dari negara masing masing, bukan hanya satu khilafah.
BACA JUGA : MOTi EXPONENT
Jasa Rental Perlengkapan Seminar, Workshop, Launching, Wisuda, Partisi Pameran
0 comments:
Post a Comment